Ramadlah adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanya
Untuk Nya dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkan Nya
kepadamu. Semua yang khusus untuk Nya khusus untukmu.
Ramadhan bukan parade narsisme ritual mendaki peningkatan ibadah, yang kemudian terjun bebas pasca lebaran. Ramadhan adalah penemuan kembali siklus hidup (perfettu) untuk mencari kedamaian hati, pikiran, makna pekerjaan, laku lampah dan tujuan kehidupan. Angan dan harapan menjadi pendorong gairah dan semangat. Penguat etos kerja yang dilandasi keseimbangan spiritual dan profesional.
Ramadhan mendudukan kembali rasionalitas dalam ketidak rasionalan ambisi. Sebab dalam ketakrasional laku, dimanapun kita berkerja, hasrat kekuasaaan dan keserakahan selalu menjadi benalu. Kekuasaan bagi Hannah Arendt, selalu merupakan hasrat untuk menguasai, baik dengan cara dan tujuan yang “baik” maupun dengan yang “tidak baik”.
Baca Juga:Berdayakan Pelaku UMKM, BRI Antarkan Pengusaha Kopi Gayo Tembus Pasar InternasionalDPRD Subang Segera Bahas Pemekaran Pantura
Ramadhan menjadi olah perfettu untuk membeningkan hati dan pikiran. Menajamkan empati sosial dan spiritual kita. Tak sekedar kolosal jumlah rutinitas ibadah. Ramadhan bukan sekedar menahan haus dan lapar. Gus Mus berpuisi:
Mustofa,
Bukan perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yang
mengingatkan kedlaifan dan melembutkan rasa.
Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penunggu
atau perebut kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.
Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahan
sedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahu
hasrat dikekang untuk apa dan siapa.
Ramadhan adalah olah perfettu untuk melawan nafsu dirimu sendiri.
Puasakan kelaminmu untuk memuasi Ridla
Puasakan tanganmu untuk menerima Kurnia
Puasakan mulutmu untuk merasai Firman
Puasakan hidungmu untuk menghirup Wangi
Puasakan wajahmu untuk menghadap Keelokan
Puasakan matamu untuk menatap Cahaya
Puasakan telingamu untuk menangkap Merdu
Puasakan rambutmu untuk menyerap Belai
Puasakan kepalamu untuk menekan Sujud
Puasakan kakimu untuk menapak Sirath
Puasakan tubuhmu untuk meresapi Rahmat
Puasakan hatimu untuk menikmati Hakikat
Puasakan pikiranmu untuk menyakini Kebenaran
Puasakan dirimu untuk menghayati Hidup.
Tidak.
Puasakan hasratmu
hanya untuk Hadlirat Nya!