“Ketika mereka turun, berarti makanan mereka kurang karena hutannya sudah mulai rusak, tidak terjaga. Kali ini juga warga kita larang untuk mamasang racun, menembak, atau menelusuri jejaknya. Nanti akan saya kirim domba lagi untuk pengganti domba yang dimakan macan,” kata mantan Bupati Purwakarta ini.
Dari penelusuran Tim SCF, dari jejak yang ditemukan diduga ada dua ekor atau dua individu macan tutul yang turun dan mengambil ternak warga dari jejak yang ditemukan.
“Ini kami buktikan berdasarkan hasil penelusuran di sekitar kandang, juga mengikuti jejak kaki dan ceceran darah yang mengarah ke hutan. Ada dua ukuran jejak dari dua individu yang berbeda,” kata Komarudin, Anggota SWF.
Baca Juga:BRI Dorong Keberlanjutan UMKM Naik Kelas Melalui DigitalisasiDukung UMKM Tembus Pasar Ekspor, BRI Jalin Kerja Sama Bersama LPEI
Komarudin menyebut penelusuran dilakukan untuk mencegah dan mencari potensi yang merugikan macan tutul. Selain itu juga untuk mengantisipasi warga kembali memasang racun pada ternak yang dimangsa.
“Tapi alhamdulilah warga sudah mengerti dan tidak melakukan hal ini,” kata dia.
Komarudin yang juga Kepala Divisi Litbang SCF mengatakan, setiap menjelang Lebaran, banyak macan kumbang dan macan tutul Sanggabuana yang turun gunung.
Ia mengaku belum mengetahui mengapa kedua hewan itu kerap turun di bulan puasa. Padahal jumlah populasi pakan alaminya seperti rusa dan babi hutan di hutan wilayah Tegalwaru masih berimpah.
“Jumlah populasi pakan berlimpah ini berdasarkan hasil rekaman kamera trap yang kami pasang di hutan,” ucapnya.(aef/ysp)