Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa guru yang berusia 30-39 tahun sebanyak 29.29%, 40-49 tahun sebanyak 23.79%, usia 50-59 tahun sebesar 27.31%. Usia guru 50-59 menempati persentase kedua sebesar yaitu 27.31% setelah guru yang berusia 30-39 sebesar 29.29%. Data menunjukkan bahwa terdapat rentang usia yang besar antara dominasi usia guru.
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan usia kepala sekolah berdasarkan usia <19 tahun sebesar 0.008%, usia 20-29 sebesar 16%, usia 30-39 sebesar 33.1%, usia 40-49 sebesar 21.3%, usia 50-59% sebesar 28.5%, usia >60 sebesar 0.9%. Usia guru 50-59 menempati prosentase kedua sebesar yaitu 28.5% setelah guru yang berusia 30-39 sebesar 33.1%. Data menunjukkan bahwa terdapat sekolah-sekolah yang masih dipimpin oleh Kepala Sekolah yang berusia 50-59 tahun yang tidak dapat mengikuti program guru penggerak untuk melakukan aktualisasi Sekolah Merdeka.
Data menunjukkan guru yang berusia dibawah 50 tahun sebesar 53.08% dan Kepala Sekolah yang dibawah usia 50 tahun sebesar 70.41%. Hal ini memberikan atmosfer yang segar bagi dunia pendidikan. Dominasi generasi muda dalam dunia pendidikan memberikan peluang untuk menjadi guru penggerak dan Kepala Sekolah penggerak di sekolah yang bersangkutan besar. Status yang tinggi sebagai kepala sekolah memberikan kemudahan bagi sekolah tersebut untuk melakukan perubahan melalui ide, kreatifitas, inovasi. Sebuah peluang yang besar menjadi sekolah merdeka.
Baca Juga:Tak Perlu Khawatir Pegal Megang Mouse, Logitech Kini Pasarkan Mouse VertikalGubernur Ridwan Kamil Serahkan 502 Sertifikat Tanah Wakaf untuk Masyarakat
Berdasarkan data tentang jumlah persentase usia guru 50-59 sebesar 27.31% dan jumlah Kepala Sekolah sebesar 28.5% maka hampir sepertiga dari kondisi sekolah masih berada di tangan guru dan Kepala Sekolah dengan usia 50-59 tahun. Sementara itu, bagi sekolah yang didominasi dengan guru rentang usia 50-59 tahun, dan kepala sekolah serta para stafnya berusia 50-59 tahun yang tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi guru penggerak, kepala sekolah penggerak karena pematasan usia mengakibatkan kurang berpeluang menjadi sekolah merdeka. Hal ini bukan berarti sebuah rumus atau patokan yang mati. Peluang yang besar masih menanti jika para guru-guru menjadi guru penggerak dapat menempatkan diri dengan tepat pada rasa ewuh dan pakewuh.
Di sebuah sekolah, dimungkinkan terdapat Kepala Sekolah yang muda dan terdapat guru yang berusia 50-59 tahun, namun jika pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah Penggerak yang konsisten untuk melakukan perubahan terhadap atmosfer baru di dunia pendidikan Indonesia, maka rasa ewuh dan pakewuh dapat ditoleransi.