Bagaimana kalau PDI-Perjuangan nekat menggandengkan Puan dengan Prabowo? Atau lebih nekat dari itu. Misalnya justru bergandengan Puan dengan Anies Baswedan?
Itulah yang kini banyak dibincangkan. Sampai-sampai muncul spekulasi kenekatan yang lain: Ganjar dilewatkan Golkar saja!
Jalan menuju ke sana pun sudah jadi bahan rumor yang asyik. Termasuk di dalam Golkar sendiri.
Baca Juga:Perwakilan Keluarga Konfirmasi Rekaman Suara soal Kabar Ridwan Kamil di SwissWagub Jabar Apresiasi Petugas Penjaga Pintu Air Pertahankan Ketersediaan Air untuk Masyarakat
Tentu, kalau bisa, Golkar akan diminta baik-baik. Termasuk tidak perlulah bikin syarat ketua umumnya minta jabatan cawapres. Dijamin tetap menjadi menko kan juga tidak kalah bergengsi –toh kemungkinan besar tidak akan ada lagi kasus minyak goreng. Yang penting tetap bisa melangsungkan tradisi Golkar: tetap berada dalam kekuasaan.
Bagaimana kalau Golkar tidak mau?
Masih banyak jalan untuk bisa mau. Yang terburuk pun menjadi baik kalau misi yang harus diraih lebih besar: menyelamatkan negara –apa pun itu maknanya.
Jangankan ”hanya” mengintervensi Golkar. Di politik kenegaraan, membunuh 1.000 orang masih dianggap baik kalau itu untuk menghindarkan kesengsaraan 100 juta orang. Anda tentu tidak setuju dengan itu. Juga saya. Tapi ajaran seperti itu ada. Dan sering terjadi. Di mana-mana.
Bagaimana cara ”menundukkan” Golkar? Bisa lewat
intervensi. Dicoba dulu yang biasa-biasa saja. Kalau gagal barulah yang serius.
Intervensi terdalam tentu bisa lewat Munaslub. Alasan bisa dicari. Terlalu banyak tersedia.
Munaslub? Bukankah itu sulit sekali?
“Siapa bilang sulit. Terlalu mudah. Itu peanut,” ujar seorang tokoh Golkar garis penjaga ruh. Ia punya kelompok grup penekan di Golkar. “Di Golkar itu tidak ada lagi pemegang saham mayoritas,” katanya. “Dengan Rp 1 Triliun selesai,” tambahnya.
Dulu memang ada yang disebut jalur A dan jalur B di Golkar. Jalur A adalah Mabes TNI. Jalur B adalah birokrasi. Pegawai Negeri. Lebih tepatnya Panglima TNI dan Menteri Dalam Negeri. Dua-duanya di bawah Presiden Soeharto. Itulah yang dimaksud dengan pemegang saham mayoritas di Golkar.
Selebihnya adalah jalur G –Golkar murni. Di dalam jalur G itu ada juga pemegang saham mayoritasnya: Soksi dan Kosgoro –ormas pendiri Golkar.