Crimo lagi berputar-putar di Madison. Di sekitar danau yang begitu indah. Polisi menangkapnya. Ditemukanlah senjata yang lain lagi di dalam mobil.
Dari pemeriksaan polisi, Crimo mengaku: di Madison ia lagi merenungkan diri dalam-dalam. Yakni bagaimana cara melakukan penembakan masal lagi di Madison.
Bukan main.
Sampai sejauh ini masih didalami apa motif sebenarnya. Ayahnya memang kalah dalam Pilkada. Yang menang adalah calon dari Demokrat.
Baca Juga:Jokowi: Kemandirian Pangan untuk Penuhi Kebutuhan Asupan GiziMasyarakat Sulit Beli Rumah, Tingkat Suku Bunga Cukup Tinggi
Partai Republik memang selalu kalah di kota kecil itu. Tapi anak ini tidak pernah ikut kampanye sang Ayah. Ia lebih sendiri menyendiri. Di depan komputer. Diam.
Kemarin The Daily Beast berhasil mewawancarai seorang wanita di Highland Park. Dia kenal orang-orang yang mati tertembak. Dia kenal orang tua anak kecil yang kini diasuh neneknyi itu. Bahkan dia kenal si penembak itu sendiri: Robert Bobby Crimo III, si Awake The Rapper.
Crimo adalah teman baik anaknyi: Anthony. Hampir seumur. Teman sangat baik. Anthony-lah yang dipercaya Crimo. Hanya kepada Anthony, Crimo bisa menceritakan segala kesepiannya. Semua rahasianya.
Anthony lah yang bisa diajak bergadang, pun sepanjang malam. Juga main skateboard bersama. Jam berapa pun Crimo perlu, Anthony mau datang.
Anthony meninggal. Dua tahun lalu: overdosis obat bius. Di saat pemakaman, Crimo membuat video yang sangat mengharukan. Ia seperti kehilangan belahan jiwa.
Saya jadi ingat remaja yang menembaki teman-teman sesama SMA-nya di negara bagian Michigan. Tahun lalu. Si remaja juga belum lama ditinggal mati sahabat terbaiknya: anjingnya.
Begitu banyak problem remaja di zaman serba online ini. Kemakmuran Highland Park pun tidak bisa mengatasinya. Sebagai kota elite nan makmur Highland Park sebenarnya sudah punya aturan sendiri: warga dilarang memiliki senjata api semi otomatis. Itu senjata untuk perang. Tapi kota itu digugat. Aturan itu harus dicabut. Itu bertentangan dengan UU nasional dan konstitusi.
Senjata itu kini makan warganya sendiri. (Dahlan Iskan)