Indro memungut karya tulisnya itu. Ia renungkan lagi di mana salahnya. Ia pun membuat rumusan baru. Disodorkan kembali ke Dr Lies. Dibuang lagi.
Dibuang lagi.
Dibuang lagi.
Sampai 17 kali.
Di sodoran yang ke 18 Lies masih tidak gembira. Tapi tidak dibuang lagi. “Kerjakan,” kata Dr Lies.
Maka Indro mengerjakan proses pengeringan virus. Berhasil. Bisa juga membuat bubuk virus. Bisa disimpan sampai 6 bulan. Artinya: di bulan keenam itu virus masih bisa dihidupkan lagi. Masih bisa hidup.
Baca Juga:Camping sebagai Salah Satu Cara Mensyukuri Nikmat AllahQuo Vadis Implementasi SDGs terhadap UMKM, Satu Kesatuan untuk Hapus Kesenjangan
Virus yang dikeringkan itu adalah Gumboro. Avibirnavirus. Serupa virus AIDS pada manusia, tapi menyerang ayam. Yakni menyerang sistem kekebalan ayam.
Sekian tahun kemudian Indro gemetar. Ia mendengar Eric Worrel mau datang ke Bogor. Ia membayangkan apakah akan bisa bertemu Eric, tamu penting di Balai Penelitian tempatnya bekerja.
Indro masih peneliti junior. Indro begitu ingin bertemu dengan peneliti yang karyanya ia praktekkan. Indro ingat gara-gara karya Eric ia dilempar 17 kali oleh Dr Lies.
Bisa bertemu.
Indro hanya ingin minta tanda tangan. Bukan di bukunya, tapi di atas berkas hasil penelitiannya. Berkas itu sudah agak lusuh. Tapi bersejarah bagi dirinya.
Saat Indro minta tanda tangan itulah Eric memuji Indro. “Saya pakai cara Anda. Anda hebat. Bagaimana Anda bisa membuat bubuk virus yang mampu bertahan enam bulan,” ujar Eric.
Kepala Indro membesar. “Bikinan saya sendiri hanya bisa bertahan dua minggu,” ujar Eric. “Apa yang kamu lakukan?” tanyanya.
“Saya hanya mengikuti hasil penelitian Profesor Eric,” jawab Indro merendah.
Kini Eric sudah meninggal. Indro tahu dari anaknya. Sang anak ke Bogor juga. Ia bukan peneliti seperti ayahnya. Ia pewaris perusahaan. Penemuan-penemuan Eric telah menjadi kekayaan perusahaan.
Baca Juga:Bagaimana Peran Perempuan dalam Pertumbuhan Ekonomi pada Presidensi G20 Berdasarkan Bonus Demografi di Indonesia?BPJS Ketenagakerjaan jadi Perwakilan Indonesia di ARA
Saat tersiksa itu Indro sudah kawin. Sudah punya anak. Ia kawin ketika masih sama-sama mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Waktu wisuda pun anaknya sudah satu.
Indro mengajak istri dan tiga anaknya saat meneruskan kuliah di Australia. Sang istri jualan makanan di Australia. Untuk bisa mencukupkan beasiswa yang suami.