Revolusi 4.0 memang menjadi tantangan bagi pendidikan. Dinamika teknologi yang ditawarkan, ada hal yang paling penting untuk diperhatikan. Merosotnya pengenalan jati diri guru maupun siswa. Pertama, Guru bukan hanya sekedar profesi. Kita mengetahui metafora guru sebagai fasilitator, sebagai teknisi, pengrajin dan metafora lainnya. Namun yang perlu dipahami adalah menjadi seorang guru adalah menjadi seorang pelayan, imam dan penuntun.
Hal ini sangat berhubungan dengan tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Kekerasan terjadi karena guru dan siswa belum mengerti jati diri mereka dalam Tuhan. Mereka hanya mengerti bahwa mereka ada sebagaimana mereka ada serta sebagaimana lingkungan membentuk mereka. Mereka kurang memperhatikan hal esensial tentang diri mereka bahwa mereka adalah ciptaan yang mulia yang harusnya meneladani penciptanya. Disinilah guru khususnya sebagai calon guru IPS seharusnya berperan. Ketika guru dan siswa telah memahami jati diri mereka, maka selanjutnya adalah bagaimana menciptakan kelas dan lingkungan sekolah sebagai komunitas yang dilandasi kasih. Brummelen menjelaskan bahwa Tuhan memanggil kita untuk menjadi sebuah komunitas dimana semua dapat berkontibusi dengan talenta masing-masing. Guru harus membentuk komunitas yang mengalami kelimpahan hidup dan kepedulian (Brumelen, 2009).
Lalu apa hubungannya pengenalan jati diri guru dan siswa dengan jiwa nasionalisme dan persatuan? Prayitno dan Manullang mengatakan bahwa nilai yang perlu dibangun dalam pembentukan karakter adalah nilai-nilai Pancasila. Sebab Nilai-nilai pancasila adalah karakter bangsa. Butir-butir Pancasila harus ditanamkan untuk membangun karakter siswa (Prayitno & Manullang, 2011). Memang benar-benar ideal apabila kita hidup dengan menghidupi nilai-nilai Pancasila. Konflik dapat diredam, kekerasan berkurang dan rasa saling menghormati semakin meningkat. Hal tersebut akan terwujud apabila dilandasi kasih dari Allah yang merupakan sumber kasih. Kasih membuat kita bersatu serta memiliki belas kasih kepada sesama. Penerapan kasih akan menyadarkan kita bahwa persatuan dan kesatuan adalah hal yang sangat diperlukan di negara yang penuh dengan perbedaan ini. Perbedaan dilihat sebagai keindahan bukan suatu halangan untuk mencapai keuntungan atau eksistensi. Perbedaan harusnya dipandang sebagai suatu keindahan namun bukan berarti menoleransi kesalahan. Semangat ini harus dipupuk untuk mengembangkan jiwa nasionalisme.