LUKA itu menganga lagi. Permusuhan dengan pemerintah pusat (Federal) menyala lagi. Kali ini, penyebabnya Anda sudah tahu: penggeledahan Mar-a-Lago. Rumah Presiden Donald Trump. Rumah mewah, dengan 55 kamar, di Palm Beach, Florida itu.
Ancaman pembunuhan pada petugas FBI –Biro Penyelidik Federal– kini terjadi di mana-mana. Terutama di daerah basis Partai Republik.
Penggeledahan rumah Trump itu untuk mencari dokumen rahasia negara yang disimpan Trump. Itu dianggap mencederai hak pribadi tokoh idola mereka.
Baca Juga:Dampak Penyalahgunaan Pornografi dan Peran Orang TuaSiklus Uji Ide untuk Kurikulum Merdeka
Di Amerika hak pribadi harus dijunjung tinggi melebihi hak negara –karena negara didirikan untuk melindungi rakyatnya.
Apalagi Trump pandai sekali memprovokasi pengikutnya. Penggeledahan itu ia pidatokan sebagai penyerbuan dan pendudukan.
Ditambah lagi tiga paspor Trump ikut disita. Ini diributkan. Apa hubungan paspor lama dengan rahasia negara. Dua paspor itu sudah mati. Satu paspor lagi, paspor diplomatik, masih hidup.
FBI memang menemukan 11 dokumen rahasia negara yang disimpan di basement Mar-a-Lago. Itu melanggar hukum. Biar pun Trump mantan presiden. Apalagi sebagian tergolong rahasia negara dengan tingkatan paling tinggi.
Trump berteriak: dokumen itu bukan milik negara. Itu milik pribadinya. Pengikutnya mendukung pernyataan Trump itu. Pemerintah Federal mereka anggap sudah memusuhi rakyat. Maka rakyat harus memusuhi pemerintah pusat. Di mana pun kantornya. Termasuk lembaga-lembaganya. Juga orang-orang yang bekerja di pemerintah federal. Tidak hanya FBI –seperti peristiwa di Cincinnati (Disway 13 Agustus 2022).
Pun hakim yang mengizinkan penggeledahan itu harus ikut dimusuhi.
Muncul pula perdebatan baru: apa itu rahasia negara. Siapa yang berhak menentukan. Apakah pengklasifikasiannya sudah benar.
Perdebatan menjurus pula ke 11 dokumen yang disita itu. Buka saja. Umumkan ke publik. Isinya apa saja. Biar publik yang menilai: penggeledahan itu beralasan atau hanya karena sentimen politik
Baca Juga:Sekitar 100 Orang Warga Cibodas Lembang Ikuti Upacara HUT RI Ke-77 di Lapangan Parkir TimurCatatan Harian Dahlan Iskan: Merdeka Kepundungan
Departemen Hukum (DOJ) lantas mengembalikan tiga paspor Trump. Olok-olok pun meluas. Tapi DOJ menolak membuka semua dokumen yang disita.
Alasannya: membahayakan penyelidikan selanjutnya. Kalau itu dibuka bisa saja membuat orang-orang yang akan diperiksa berikutnya berkelit.
Hanya dua dokumen yang bisa disebut indikasinya. Yang satu surat-menyurat Trump dengan pemimpin agung Korea Utara, Kim Jong-un. Satunya lagi surat Presiden Obama kepada Trump. Yakni surat yang diberikan di hari-hari akhir masa jabatan Obama –kepada penggantinya.