Semua wartawan yang kami temui pada hari itu juga memanggilnya komandan.
Hari itu, saya juga diajak singgah ke kantor imigrasi. Dari situ saya tahu ia juga jual jasa urus paspor, jadi calolah pokoknya.
“Kamu sudah punya paspor, Dur?”
“Jangankan paspor, KTP aja belum punya, Bang,” kataku.
“Gampang itu…,” kata Bang Jon, dengan logat Jawa-Manadonya.
Dengar-dengar ia pernah lama tinggal di Surabaya, setelah meninggalkan Manado, kota asalnya. Ia agak tertutup soal kehidupan pribadinya. Kata orang, selentingan kabar yang saya dengar, Bang Jon dulu preman yang diburu polisi karena terlibat kasus pembunuhan, lalu lari ke Batam. Tak terlalu jelas juga.
Di kantor imigrasi itu, Bang Jon juga disapa dengan komandan.
Baca Juga:Catatan Harian Dahlan Iskan: Rini JaringanKang Hengki Ajak Masyarakat Manfaatkan Pekarangan Rumah untuk Bercocok Tanam Sayuran dan Bahan Pangan
Pada saat saya dites oleh Bang Eel, ia beri saya disket berisi satu teks berita. Dia suruh saya baca. Saya buka teks berita itu di program Wordstar 7 di komputer yang ada di ruangan itu.
Menurutku penulisannya agak kacau. Beritanya menarik, tentang dua waria yang berkelahi.
Seorang di antara mereka menyerang yang lain dengan membalurkan sambal cabai ke wajahnya. Bang Eel bertanya apa pendapat saya tentang berita itu.
“Lucu, menarik. Berita ringan. Tapi ditulis dengan kering. Harusnya gayanya seperti feature,” jawabku.
Mungkin pendapatku bisa dianggap sok tahu. Belum juga jadi wartawan sudah menilai teks berita orang lain. Tapi saya menjawab dengan jujur saja. Penilaian tentang berita itu saya dapat dari kegemaranku membaca rubrik Indonesiana di Majalah Tempo. Kisah-kisah ringan ditulis dengan segar.
“Bisa kamu edit jadi menarik seperti yang kamu bilang,” Bang Eel menantangku.
Aduh! Mampus saya! Ini rupanya jebakannya.
Saya mengelak. ”Wah, mosok saya yang ngedit, Bang….”
“Tak apa-apa, coba aja!”
Mengingat bahwa saya sedang diwawancarai untuk diterima atau tidak, saya berpikir positif saja. Saya anggap ini bagian dari tes yang menentukan nasib saya.
Baca Juga:KEADILAN , ANTARA REKAYASA DAN REALITACatatan Harian Dahlan Iskan: Empat Sekawan
Ini pekerjaan redaktur sebenarnya, sedang saya melamar sebagai reporter. Mungkin saya sudah dianggap lulus dan diterima. Ini, tes menyunting berita ini, sebagai tes tambahan yang tak menentukan.