Saya pun menyunting berita itu. Ada juga gunanya saya ikut pelatihan jurnalistik di kampus dulu. Saya sunting saja berita itu sebisanya. Saya beri judul yang saya pikir menarik: Sambal Cabai di Muka Elsye untuk Menebus Harga Diri Mimi.
Bang Eel ambil alih posisi di depan komputer, membaca hasil editan saya.
“Kok jadi bagus gini? Kau kuterima. Kerja mulai besok bisa ya?” katanya.
“Siap, Bang!” kataku.
Baca Juga:Catatan Harian Dahlan Iskan: Rini JaringanKang Hengki Ajak Masyarakat Manfaatkan Pekarangan Rumah untuk Bercocok Tanam Sayuran dan Bahan Pangan
“Nah, sudah kayak polisi kau! Cocoklah di liputan kriminal. Kau nanti tandem dulu ya dengan Jon, nanti kukenalkan. Nanti kau pelajari betul ia itu ya, kau harus bisa masuk ke jaringannya, kau harus bisa jadi lebih hebat dari ia. Masak bertahun-tahun kita hanya mengandalkan ia,” kata Bang Eel.
Sejak hari tes wawancara itu saya sudah mencium bau rivalitas antar Bang Eel dan Bang Jon. Tapi tak terlalu saya pikirkan, yang penting saya diterima dulu bekerja di “Metro Kriminal”.
Belakangan saya tahu berita yang saya edit itu beritanya Bang Jon. Tulisannya memang kacau.
Hari Pertamaku
meliput ngikut Bang Jon tak akan pernah kulupakan. Hari itu juga, dalam kepalaku, terbentuk sosok ia yang bagiku kayak monster yang sulit saya terima. Malam itu ia tidur di Karaoke Abigail di kawasan kota ini yang terkenal sebagai kawasan hiburan malam. Ada pencurian di sana. Motor pengunjung hilang, mobil pengunjung lain dibongkar. Toke pemilik karaoke itu marah-marah ke Jon. Apalagi kejadian itu terjadi saat Jon berada di situ sampai pagi.
Tak sulit bagi Jon untuk mencari siapa pelakunya. Jaringan Jon, dari tukang parkir, tukang sapu, anak-anak penjaga toko, juga penadahnya, dengan mudah mengarahkan ke pelakunya. Pemain baru dari geng Palembang, kata Bang Jon. Si pelaku ditangkap dan dibawa ke Polsek Kota. Saya diajak Jon ke sana.
“Mana itu pelaku curanmor di Abigail semalam?” tanya Jon kepada prajurit jaga.
“Siap, Ndan. Di sel, Ndan…” kata petugas jaga itu.
Bang Jon mengecek buku pemeriksaan. Ia suruh saya catat nama, dan identitas pelaku di buku itu. Jon minta dibukakan pintu sel. Ia masuk dan kudengar dia bilang, “o kamu ya?” kemudian suara orang mengaduh. Bang Jon menjotos si pelaku, sampai terampun-ampun. Saya terkejut dan memandang si petugas dengan pandangan penuh tanya.