Tiba-tiba terlihat satu penonton meloncat pagar. Ia lari masuk lapangan. Ia menyongsong para pemain yang berjalan ke arah tribun. Penonton itu terlihat merangkul kiper. Lalu menyalami yang lain. Pihak keamanan terlihat berusaha mencegah penonton itu berada di tengah pemain. Tapi sesegera itu beberapa penonton lagi berhasil meloncati pagar. Mereka juga menuju pemain Arema. Kian banyak saja yang berhasil meloncati pagar. Lapangan pun mulai penuh dengan penonton.
Petugas keamanan bertindak. Terlihat di video ada petugas yang menghardik penonton dengan kasar. Menendang. Mementung. Memukul.
Adegan seperti itu dilihat dengan sangat jelas oleh penonton yang ada di tribun, yang posisi mereka lebih tinggi. Emosi penonton meledak. Solidaritas sesama penonton meluap. Begitulah psikologi penonton sepak bola. Mereka disatukan oleh emosi. Mereka tidak peduli suku, agama, ras, umur, dan gender. Mereka merasa satu keluarga, satu suku, satu bangsa, satu agama. Tidak ada persatuan bangsa melebihi persatuan bangsa sepak bola.
Baca Juga:Model Pembelajaran JIG-COO: Solusi Pembelajaran Geografi di Masa IKM ( Implementasi Kurikulum Merdeka )Catatan Harian Dahlan Iskan: Cari Cinta
Saya pernah membuat kaus dengan tema tulisan seperti itu: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Bahasa Bola.
Saya melihat, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema lawan Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas.
Ada teriakan Sambo juga di sana.
Mengamankan tim Persebaya ke rantis sudahlah langkah yang jitu. Apalagi kalau bisa segera keluar dari kompleks stadion. Maka prioritas berikutnya, seharusnya, membuka jalan keluar dari stadion. Bukan saja untuk tim lawan, juga untuk mengurangi kepadatan stadion. Pasti banyak juga yang sudah ingin pulang. Sudah sangat malam. Tapi mereka tidak bisa keluar. Buntu.
Di dalam stadion sebenarnya sudah tidak ada lagi faktor penentu yang bisa memicu kerusuhan. Kalau pun mereka kecewa kepada tim Arema, itu kekecewaan orang yang mencinta. Tidak akan mencelakakan mereka. Sama dengan kekecewaan Bonek pada tim Persebaya 2022.
Maksimum yang akan terjadi adalah merusak stadion. Seperti yang dilakukan Bonek dua minggu lalu ketika Persebaya kalah oleh Rans United FC 1-2. Stadion Gelora Delta Sidoarjo dirusak. Itu pun hanya mampu merusak pagarnya. Persebaya segera memperbaiki: habis Rp 170 juta. Tidak ada yang luka. Apalagi meninggal dunia.