Oleh: Mochamad Lukmantias Amin
Guru berkewajiban untuk mendidik anak didiknya sehingga mampu menguasai beberapa bidang keilmuan.
Mendidik bukan hanya mentransfer ilmu yang dimiliki kepada anak didik, namun memiliki arti lebih luas dan mendalam.
Menurut Prof. H. Mahmud Yunus, bahwa mendidik tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga meningkatkan akhlak dan memudahkan seseorang mencapai tujuan serta cita-cita yang lebih tinggi.
Baca Juga:Buka Akses ke Global Supply Chain di KTT G20, Bukti Komitmen BRI pada UMKMBRI Peduli Korban Bencana Gempa bumi di Kabupaten Cianjur
Tidak mengherankan jika orang tua dan stakeholders mengharapkan hal yang lebih terhadap para guru untuk anak bersekolah agar memiliki prestasi yang baik dan moral yang tinggi.
Terlebih lagi, para orang tua dari anak didik yang berada di bangku Sekolah Menengah Tingkat Atas, umumnya mengharapkan setelah kelulusannya, anaknya memiliki bekal untuk masa selanjutnya baik secara skill maupun moril.
Secara fitrah, manusia belajar dengan cara dan gaya yang bervariasi. Diantara gaya belajar yang sudah populer dikenal dalam dunia pendidikan meliputi: (1) visual, (2) auditory, dan (3) kinestetik.
Yaitu model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa, melalui penglihatan, menyimak dan mempresentasikan, serta belajar dengan mempraktekan atau merasakan langsung.
Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, guru perlu memahami kondisi perkembangan anak didik. Peserta didik yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial dan ekonomi yang berbeda cenderung memiliki cara dan gaya belajar yang bervariasi.
Adanya gaya belajar yang berbeda-beda ini juga menyebabkan sikap anak didik terhadap pembelajaran cukup bervariasi. Lebih lanjut, kasus-kasus atau permasalahan pembelajaran di kelas mengalami perkembangan yang semakin kompleks.
Dalam konteks lingkungan pendidikan maka semua anak akan diterima, dirawat dan dididik tanpa ada perbedaan baik dari segi jenis kelamin, fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik (bahasa) atau karakteristik lainnya, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Baca Juga:BRI Peduli Korban Bencana Gempa Bumi di Kabupaten CianjurTransformasi Berkelanjutan jadi Kunci Laba BRI Tumbuh 106,4%Â
Materi antara ABK dengan anak didik normal terdapat perbedaan dan persamaan, tergantung kepada kelainan dan kemampuan ABK itu sendiri. Guru mata pelajaran maupun guru kelas selalu melakukan modifikasi kurikulum untuk penyederhanaan materi bagi anak berkebutuhan khusus.
Guna menjalankan kewajibannya setiap guru dibekali pengetahuan pedagogi, yaitu cara atau kiat yang merupakan seni dan ilmu pengetahuan tentang mendidik dengan kata lain pengajaran.