Sistem mengajar guru dengan pola sering menyalahkan akan menghasilkan anak didik yang sering berbohong, menyangkal dan menyembunyikan kebenaran, sehingga anak didik menjadi merasa rendah diri.
Guru yang menerapkan cara merayu sebagai teman, akan menghasilkan anak didik yang ketergantungan, mereka menjadi lemah, tidak mandiri, menjadi pribadi yang bergantung (melakukan yang baik kalau dipuji).
Guru yang menjadikan dirinya sebagai teman, menghasilkan anak didik yang akan menyesuaikan diri, hanya kalau diperhatikan atau diawasi, sehingga mereka menitikberatkan pada apa akibat atau hadiah untuk dirinya.
Baca Juga:Optimalisasi Peran Guru bagi Generasi Z dan Alpha: Sebuah Harapan untuk Subang (Bagian 1)Buka Akses ke Global Supply Chain di KTT G20, Bukti Komitmen BRI pada UMKM
Terbentuk mentalitas “taat ketika diawasi”.
Pendidikan atau pola mendidik, yang sesuai dengan mental anak-anak generasi Z dan Alpha ini menurut pemerhati Pendidikan, adalah guru mengajak anak didik dialog, mencari akar suatu permasalahan yang ada, sehingga anak didik akan belajar memahami masalah, menemukan solusi atas masalahnya, mereka akan berpikir: “Bagaimana caranya saya bisa memperbaiki keadaan…”.
Dampak pada anak didik tentunya sangat positif, yaitu bertanggungjawab dan latihan untuk menjadi lebih dewasa (berkembang).
Adapun cara mendidik guru apabila anak didik melakukan kesalahan, seyogyanya bertindak tegas dan mengajak anak sadar apa yang seharusnya dilakukan, konsisten mengajarkan anak didik bagaimana cara melakukan yang seharusnya dilakukan dan mengapresiasi anak didik ketika telah melakukannya.
Seorang Pendidik yang mempunyai hati selalu mampu melihat “potensi” yang pantas diapresiasi dalam diri setiap anak didiknya. Untuk memahami itu semua, guru harus terus mengasah dan melatih kemampuan pedagoginya, di samping ke tiga unsur pokok yang harus dikuasainya.