Pada masa lampau, sebagian masyarakat menyimpan beras dengan cara menempatkannya dalam wadah yang menyerupai gentong dan dibuat dari tanah liat atau gerabah yang disebut pedaringan. Dalam tradisi Tionghoa, beras adalah simbol kekayaan dan kesehatan di rumah. Oleh karena itu, Kita perlu menjaga simbol kekayaan ini dengan memilih wadah atau guci beras yang cocok. Untuk sebagian masyarakat Banjar (Banjarmasin), istilah “pedaringan” sebenarnya lebih mengacu pada sebuah keyakinan bahwa pedaringan adalah sumber kehidupan bagi keluarga, termasuk suami, istri, dan anak-anak mereka.
Jaman dulu salah satu indikator kemakmuran itu penuhnya isi pendaringan, jika pedaringan kosong, maka bisa dianggap kepala keluarga tidak bekerja keras. Mungkin sekarang banyak kaum milenial sudah jarang melihat pendaringan karena memang tidak banyak digunakan lagi.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, praktik ini mulai berkurang penggunaannya. Hal ini dikarenakan munculnya teknologi baru yang memudahkan manusia dalam kegiatan sehari-hari, termasuk penyimpanan beras. Rice box atau kotak penyimpanan beras yang terbuat dari plastik atau bahan lainnya mulai populer di kalangan masyarakat, terutama di kota-kota besar. Kegiatan yang semakin sibuk dan padat membuat para istri dan ibu rumah tangga lebih memilih menggunakan rice box untuk menyimpan beras, karena lebih praktis dan mudah digunakan. Kendati demikian, masih ada beberapa masyarakat yang masih mempertahankan pedaringan dalam menyimpan beras, terutama di daerah pedesaan.
Baca Juga:HUT Kabupaten Subang ke-75, Bupati Sampaikan Capaian KinerjaiQOO Z7 5G Indonesia: Harga Review, Spesifikasi dan Fitur Unggulan
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi, masih ada sebagian masyarakat di Desa Tanjung yang mempertahankan penggunaan pedaringan dalam menyimpan beras. Desa Tanjung adalah salah satu desa yang terletak di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Dimana Desa Tanjung adalah sebuah desa yang terkenal dengan kekayaan hasil pertanian, salah satunya adalah beras. Masyarakat di desa ini masih sangat terikat dengan budaya dan tradisi leluhur, sehingga pedaringan masih dijaga dan dilestarikan.
Pedaringan merupakan simbol kemakmuran dan keberhasilan dalam bertani bagi masyarakat desa Tanjung. Walaupun penggunaannya sudah semakin berkurang di kalangan masyarakat perkotaan, pedaringan masih menjadi cara tradisional yang efektif untuk menyimpan beras. pedaringan mampu menjaga kualitas beras dengan baik karena sirkulasi udara di dalamnya sangat terjaga. Pedaringan selain digunakan sebagai alat menyimpan beras tapi syarat akan makna dan siloka, Alat ini mengandung ajaran bahwa wanita sebagai isteri harus mampu menjadi pedaringan, yaitu mampu menjadi tempat menyimpan segala macam rezeki yang diperoleh suami. Artinya isteri harus mampu membedakan kebutuhan dan keinginan agar dapat menyimpan penghasilan suami dan mampu membelanjakan untuk hal-hal positif dan berguna bagi kebutuhan rumah tangga dengan penuh kontrol, tidak terkesan boros.(*)