Oleh
Suparto, S.Pd. MM. ( Guru Geografi SMA Negeri 1 Way Lima Kabupaten Pesawaran,Lampung )
Sampai saat ini hak asasi manusia memang sudah ada atau jadi nilai-nilai internal dalam setiap warga negara, namun memang ketika bicara terkait nilai, prinsip, standar hak asasi manusia itu belum banyak dipraktekkan atau dimaknai bawa itu adalah hak asasi manusia. Namun, hak asasi manusia juga meliputi hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas lingkungan bersih dan ramah disability. Mestinya haka azasi manusia harus dipandang dari dua sisi, baik sisi guru maupun siswa.
Pendidikan sebagaimana yang kita ketahui merupakan salah satu hak asasi yang mendasar bagi sleuruh manusia. Pendidikan juga merupakan hal yang sangat esensial bagi manusia, karena dengan adanya pendidikan maka kehidupan seseorang akan bisa berubah. hal ini akan terwujud jika setiap orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan tersebut. Dikutip dari Right to Education Initiative, pendidikan bukanlah sebuah keistimewaan akan tetapi sebuah hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Pendidikan merupakan hak asasi dimana setiap manusia berhak atas pendidikan di bawah kekuatan hukum tanpa adanya perbedaan. Untuk itu negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, serta memenuhi hak untuk memperoleh pendidikan, dan mengawasi jika terjadi pelanggaran. Selain itu juga menindaklanjuti pelanggaranya dengan kekuatan hukum.
Baca Juga:BAYANG-BAYANG HAM MENGHANTUI GURU (1) Puasa dengan Berhasil untuk Mencapai Ridho Allah
Untuk menghindari guru melakukan pelanggaran HAM dalam mendidik ada solusi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu menerapkan metode Coaching dalam menyelesaikan masalah yang menimpa murid di sekolah. Coaching bisa sangat bermanfaat bagi individu dan organisasi, tetapi kita tidak bekerja dengan tujuan menuntun klien / orang yang dilatih (coachee) untuk mencapai hasil, melainkan hanya mengarahkan. Sebagaimana merawat kuda, kita hanya bisa menuntun kuda itu ke air, kita tidak bisa membuatnya minum.
Agar coaching berhasil, maka seorang coach, peserta, dan organisasi perlu memahami apa yang dapat dilakukan dalam coaching dan apa yang tidak dapat dilakukan. Seorang coach tidak dapat ‘memperbaiki’ keadaan seorang klien yang pasif. Sebaliknya, seorang coach bertindak sebagai pemandu dan katalisator untuk perubahan motivasi diri individu Seorang coach dapat memberi tantangan, menginformasikan, dan memberi nasihat, tetapi terserah individu untuk bekerja keras dan memanfaatkan sumber daya tersebut. Seorang coach dapat memberi seseorang ‘alat yang diperlukan’, tetapi individu tersebutlah yang harus memilih untuk menggunakannya. Oleh karena itu, jika peserta atau coachee-nya tidak aktif, maka bahkan coach terbaik dengan program terbaik pun tidak akan berhasil. Itu bukan berarti mengatakan bahwa coach dan program yang diterapkan tidak menghasilkan perbedaan berarti. Kita sebagai seorang guru, juga harus memiliki dan berperan sebagai coach, karena peran guru adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagaiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.