Sementar itu Kang Dedi Mulyadi akan membimbing Tendi untuk menjadi petani mandiri dengan pengelolaan sawah yang baik. Dimulai dari pemanfaatan kotoran ternak untuk difermentasi menjadi pupuk organik.
Tidak seperti yang Tendi lakukan yakni hanya sekadar menyebar kotoran ke sawah.
“Nanti belajar sama saya di Lembur Pakuan. Bagaimana membuat pupuk organik. Agar menjadi petani itu itu tidak ripuh (susah) terus ketergantungan pupuk kimia,” kata Kang Dedi.
Dari obrolan tersebut pun terungkap hasil bertani Tendi selama ini hanya mendapat Rp 1 juta untuk empat bulan.
Baca Juga:Rencana Pemekaran Kabupaten Bandung Utara Terus Bergulir, KPKBU Lakukan Penguatan TimKader PKB Purwakarta Dukung Saeful Huda Maju di Pilgub Jabar 2024
“Berarti bapak hanya Rp 250 ribu per bulan. Sementara kalau jadi kuli sehari Rp 50 ribu, sebulan bisa Rp 1,5 juta,” ucapnya.
Di akhir obrolan Kang Dedi memberikan sejumlah uang kepada Tendi untuk membeli BBM dan modal kebutuhan sawah lainnya.
Awalnya Tendi menolak, namun setelah diyakinkan ia pun menerimanya.
“Terima kasih, Pak. Gak salah ini bapak kasih saya uang banyak sekali?,” ucap Tendi yang menangis tak menyangka akan mendapatkan bantuan modal bertani.
Singkat cerita Tendi pun mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi keluarganya dari bertani mulai goyah saat sapi miliknya dijual ke seorang anak yang terpandang di kampungnya. Namun sudah tiga kali lebaran sapi tersebut tak kunjung dibayar.
“Sebenarnya saya punya uang dari sapi. Tapi sudah tiga tahun diutang gak dibayar. Sudah bosen nagih. Waktu itu dijual Rp 12 juta. Jadi bukan gak punya uang, tapi ya itu modal yang ada gak kembali. Waktu itu saya hanya dikasih Rp 1 juta untuk DP,” kata Tendi yang kembali menangis mengingat momen tersebut.
Kang Dedi Mulyadi pun berjanji akan datang kembali ke rumah Tendi untuk mengajaknya menagih utang sapi tersebut. Sebab uang tersebut sangat berguna untuk keberlangsungan ekonomi keluarga Tendi.(mas/sep)