Minat dan keinginan kuat Arifin membuat kerajinan kapal nusantara diawali 15 tahun lalu, atau sekitar tahun 2008. Diawali melalui mimpi melihat kapal-kapal tradisional yang berlalu lalang di Sungai Citarum pada masa lalu.
Pada masa keemasan era kerajaan-kerajaan di tatar Sunda masa lalu, Sungai Citarum merupakan sungai utama jalur perdagangan. Banyak kapal tradisional berukuran besar dari berbagai kerajaan lain di nusantara melintasi sungai tersebut mengangkut barang dagangan. “Dalam mimpi itu, saya melihat kapal-kapal nusantara yang demikian megah dan hebat. Mimpi itu terbawa terus dan mengusik saya untuk mencari informasi lebih banyak tentang kapal-kapal itu. Dari sana, memicu keinginan saya untuk mencoba membuatnya. Awalnya tidak mudah.
Banyak gagalnya. Namun, saya tak mau menyerah. Saya terus belajar dan berlatih keras. hasilnya seperti sekarang ini,” ungkap Arifin mengisahkan awal mula perjalananya sebagai pengrajin kapal miniatur nusantara.
Baca Juga:Belum Sarapan, Kang Ropi Makan Ketoprak Mas Gendut dari Penjual di Pinggir JalanSilsilah Keluarga Abdurrofi Abdullah, Masih Ada Keturunan Ciung Wanara dan Pelaut Tumasik
Proses panjang dan kerja keras memang tidak akan mengkhianati hasil. Kini karya Arifin sudah banyak dipesan berbagai kalangan. Untuk pasar Indonesia, pesanan datang dari sejumlah kota besar. “Pesanan terbesar masih dari kota-kota utama di Pulau Jawa. Pesanan juga datang dari daerah lain di luar Jawa, tapi belum sebanyak pesanan dari kota-kota di Jawa,” kata Arifin.
Nilai tambah dari karya Arifin adalah bahan bakunya yang berasal kayu jati, salah satu jenis kayu terbaik di dunia. Menariknya lagi, kayu jati yang digunakannya sebagian besar adalah kayu jati bekas dan bukan dari kayu jati hasil olahan dari perkebunan.
Kayu jati yang diolah Arifin berasal dari kayu jati bekas hasil bongkaran bangunan tua perumahan para tenaga ahli dan pekerja proyek pembangunan proyek raksasa Waduk Jatiluhur Purwakarta.
Perumahan para pekerja itu dibangun sejalan dimulainya pembangunan Waduk Jatilhur yang ditandai peletakan batu pertama oleh Presiden Sukarno, pada tahun 1957.
Bagi Arifin, kayu jati bekas bongkaran itu merupakan harta karun yang tak ternilai. Lewat tangan terampilnya, kayu jati bekas itu semakin bermakna setelah disulap menjadi miniatur kapal tradisional nusantara yang indah mempesona. “Saya itu tinggal persis di desa dekat bibir Waduk Jatiluhur.