PASUNDAN EKSPRES-Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menyoroti dua poin dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang akan dibahas pada 8 Mei di DPR.
Ketua Umum KRPI Dr. Rieke Diah Pitaloka menyampaikan, dua hal tersebut antara lain soal pengaturan tenaga kesehatan dan pengaturan jaminan sosial.
Pertama soal pengaturan tenaga kesehatan dalam RUU kesehatan. Penyusunan RUU Kesehatan menggunakan metode omnibuslaw.
Baca Juga:Spesifikasi Samsung A24 LTE, Dijamin Kerja Kamu Semakin ProduktifPakar Komunikasi dan Motivator Nasional Dr Aqua Dwipayana Akan Motivasi ASN Pemkab Subang
Saat UU Kesehatan ini berlaku ada beberapa Undang-undang yang dicabut dan tidak berlaku.
Antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Lalu, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan , Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
Kemudian, Undang-Undang (UU) yang mengatur tenaga kesehatan, yaitu: UU Tenaga Kesehatan (99 Pasal), UU Praktik Kedokteran (88 Pasal), UU Kebidanan (80 Pasal), dan UU Keperawatan (66 Pasal). Keseluruhan pasal dari keempat UU tersebut artinya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pula.
“Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menilai terdapat muatan RUU Kesehatan yang berpotensi dapat melemahkan tenaga kesehatan,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (7/5).
Kemudian poin mengenai pengaturan jaminan sosial yang disoroti oleh KRPI. Pada Bab XIII Pendanaan Kesehatan, Pasal 425 disebutkan bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) diubah sebagai berikut:
Baca Juga:Cerita Dosen STIQ As-Syifa Subang Soal Perang di SudanPengamat Sebut Jokowi Beri Sinyal Dukung Prabowo Capres Koalisi Kebangsaan
Angka 1 menyatakan Ketentuan ayat (2) Pasal 7 diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk BPJS Kesehatan; dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan.
KRPI menilai ada implikasi dari pengaturan jaminan sosial ini. Pertama, indikasi wewenang Presiden dipangkas.
“Sesuai UU BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan Penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden,” jelasnya.