Ketidaktahuan orang tua mengenai tata cara pendaftaran online dan syarat-syaratnya, seharusnya bisa diantisipasi jika komunikasi antara orang tua berjalan dengan baik.
Adanya pembatasan waktu upload, bagi jalur afirmasi dan prestasi, adalah informasi yang bisa dibaca, dilihat pada website Dikpora.
Namun mengapa masih ada banyak orang tua yang mengeluh terlambat dan tidak tahu tentang informasi ini. Kebanyakan dari calon peserta didik tidak menyampaikan kepada orang tua, padahal seharusnya sudah disampaikan informasi melalui gurunya SMP.” Saya tidak tahu kalau informasi di sampaikan lewat internet, anak saya gak pernah cerita, kerjaannya pegang gadget terus, tapi katanya gak ada info dari SMP nya setahu saya bisa ditanyakan di sekolah langsung seperti saat pendaftaran kakaknya dulu”. Seperti yang dituturkan Budiyono salah satu calon orangtua peserta didik yang masuk SMA tahun ini. Atau jawaban Suryani ibu dari calon peserta didik dari jalur prestasi, yang telat mendaftarkan ke Dikpora, padahal memiliki prestasi OSN tingkat propinsi, atlet Porda dan memiliki nilai ASPD tertinggi di sekolahnya. Sayang sekali nilai prestasi tidak bisa dimasukkan sehingga total nilai tidak mencukupi saat memilih jalur prestasi. Ironi karena seharusnya dia bisa masuk jalur prestasi lintas zona sebagai penghargaan atas prestasi yang dimiliki, namun karena kurang literasi dan mengandalkan orang tua dalam pendaftaran, maka menjadi tidak bisa mendaftar lewat jalur prestasi.
Baca Juga:Haji Mabrur: Agen Perubahan, Sebuah Harapan Masa DepanLapang Bintang Pusat Keramaian di Subang Kota: Tempat Asyik Olahraga, Hingga Ladang Cuan Masyarakat
Disamping itu yang lebih krusial lagi pada sistem zonasi bahwa ada berbagai bentuk ketidakjujuran dalam memasuki proses pendaftaran penerimaan siswa baru mulai dari pindah alamat, pemalsuan dokumen dan lainnya yang tentu saja akan mencederai sistem yang sudah dibangun oleh Pemerintah. Apik dalam konsep tapi cacat dalam implementasi. Satu contoh kasus yang muncul beberapa waktu yang lalu adalah kecurangan dalam PPDB SMA di Kota Bogor. Kecurangan tersebut berupa upaya manipulasi data kependudukan oleh orang tua murid sebagai syarat pendaftaran jalur zonasi. Bahkan para pengguna medsos di seantero Kota Bogor dihebohkan dengan ditemukannya data tiga pendaftar PPDB tingkat SMA yang memiliki alamat yang sama. Kasus yang terjadi di kabupaten lain di Jateng, kuota untuk jalur afirmasi hanya kecil yang terpenuhi, 4 dari 86 kuota disebabkan karena sistem di PPDB tidak bisa menerima bukti yang ditunjukkan orang tua karena tidak ada sinkronisasi sehingga ditolak. Akhirnya dilimpahkan sisa kuotanya ke jalur zonasi. Gara gara data tak sinkron, 10 siswa di jepara gagal daftar SMA favorit (Radar Kudus,28 juni 2023)