oleh :
Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. (Guru di SMAK St. Hendrikus, Surabaya)
Priyono,MSi ( Dosen pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) diinternalisasikan kepada siswa agar memiliki dua hal prinsip yaitu kebebasan dan kemandirian sesuai minat dan bakat yang dimiliki, didesain berbasis proyek untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi siswa. P5 atuan pendidikandilaksanakan secara fleksibel dan merupakan kegiatan kokurikuler. Satuan pendidikan dapat melibatkan masyarakat atau dunia kerja agar memperoleh pengalaman empirik dalam kehidupan di dunia nyata. Pendidikan dalam keluarga selain 2 pilar pendidikan yang lain, punya peran yang significan untuk merealisasikan P5.
Melemahnya fungsi pendidikan keluarga menjadi sebuah masalah serius. Kegagalan dalam internalisasi nilai-nilai keluarga menjadi issue yang tiada henti. Akibat dari sosialisasi yang tidak sempurna semakin menjadi. Sosialisasi tidak sempurna terjadi ketika salah satu media sosialisasi tidak mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Keluarga yang broken home akibat perceraian dapat mengakibatkan hilangnya fungsi afektif. Fungsi afektif berpengaruh terhadap perkembangan mental atau kejiwaan. Perkembangan mental memengaruhi kematangan anak dalam kesiapan hidup di masyarakat.
Baca Juga:Menggali Nilai-Nilai Profil Pelajar Pancasila Dalam Kisah Keluarga Nabi IbrahimKondisi Keuangan Pemkab Tidak Baik-baik Saja, Kas Daerah Hanya Tersisa Rp40 Miliar
Sementara itu, waktu keluarga dalam menyosialisasi keluarga semakin berkurang. Hal ini disebabkan dinamika zaman. Menurut https://www.liputan6.com/ keluarga hanya menghabiskan waktu hanya selama 37 menit setiap hari. bravotv.com, menyatakan bahwa jam kerja dan kegiatan yang padat membuat banyak orang jauh dari keluarga. Pada hari kerja, jarang ada orang yang bisa menghabiskan waktu selama 45 menit untuk kumpul bersama keluarga. Sebuah studi dengan 2.000 responden yang terdiri dari orangtua dan anak-anak sekolah menyebutkan, banyak waktu yang dihabiskan untuk berkumpul bersama keluarga hanya pada akhir pekan. Waktu akhir pekanpun saat menghabiskan waktu hanya dua jam lebih bersama keluarga.
Buktinya adalah banyaknya pelanggaran aturan, bahkan kriminalitas terjadi dari detik ke detik setiap hari. Data kriminalitas tercatat Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat 123 kasus anak berhadapan hukum (ABH) sebagai pelaku hingga Agustus 2020. Kriminalitas terbanyak kekerasan fisik sebanyak 30 kasus dan kekerasan seksual 28 kasus. Selain itu, anak sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas dan pencurian menyusul dengan masing-masing 13 dan 12 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak bisa dijadikan andalan bertugas menyosialisasi nilai dan norma pada para peserta didik.