Bulan Muharram: Bulan Bermuhasabah dan Berhijrah

Bulan Muharram: Bulan Bermuhasabah dan Berhijrah
0 Komentar

Selain ritual khusus keagamaan yang disyariatkan, makna dan hakikat perubahan yang dikandung dalam pergantian tahun berhasil memberikan impresi sosial yang cukup berarti. Ada makna yang dapat menjadi renungan terhadap amal peribadatan dan terhadap keberagaman, terlebih realisasinya terhadap kemanusiaan .

Pada saatnya, renungan itu bertransformasi pada kultur etis yang membudaya, berupa perayaan ekspresi kegembiraan di dalam ruangan khusus dan ruang-ruang terbuka. Di Indonesia, hal itu menjadi tren spritualitas kekinian yang dilakukan secara berkala di tiap tahun. Setidaknya, impact sosial yang dipertontonkan, pergantian tahun menjadi momentum sakral untuk meningkatkan keimanan dan penghambaan kepada Allah SWT.

Tahun yang berbeda antara hijriyah dan masehi ini menjadikan cara untuk menyambutnya atau mengekspresikannya pun juga berbeda. Ada yang sarat dengan kultur, dengan religi dan bahkan keduanya karena masyarakat Indonesia khususnya suku Jawa sangat dipengaruhi oleh paham yang dianut oleh nenek moyangnya yang sulit untuk dihapus secara revolusioner.

Baca Juga:Purwakarta Surplus Pangan, Diprediksi Capai 197.720 Ton GKGPolres Karawang Tangkap Tiga Pelaku Pembacokan, Tersangka Dijerat Ancaman 15 Tahun Penjara

Malam tahun baru masehi sering dimeriahkan dengan pesta kembang api deselingi bunyi terompet yang bersahut sahutan dan hiburan hingga larut malam hingga puncaknya saat pergantian tahun.

Tidak jauh berbeda dengan tahun baru hijriyah, pada kelompok masyarakat tertentu di Jawa digunakan untuk pergi ke pantai mencari kesenangan dan sensasi, ada yang yang dimanfaatkan untuk bermain kartu hingga semalam suntuk.

Tidak sedikit mereka yang merayakannya dengan penuh nilai religi dan khidmat seperti membaca Al Qur’an, berzikir, bermuhasabah di tempat ibadah maupun menyelenggarakan pengajian dengan tema yang relevan dengan spirit hijrah yaitu perjuangan kearah yang lebih baik. Kultur di keraton Jawa, saat itu banyak dimanfaatkan untuk menjamas/membersihkan benda pusaka Jawa seperti keris, tombak, pedang dll yang menurut mereka benda tersebut memiliki kekuatan magic. Keraton Kasunanan Surakarta memiliki tradisi yang khas, setiap malam 1 suro atau malam tahun baru hijriyah, menyelenggarakan kirab pusaka keraton dan iring iringan kirab atau festival diawali dengan barisan kerbau bule sebagai pembuka iring iringan. Seluruh anggota keluarga dan bagian keraton, mulai dari Pangeran, keluarga raja sampai ribuan abdi dalem.

0 Komentar