Wahyana Giri dalam bukunya berjudul Sajen dan Ritual Orang Jawa (2010) menuliskan bahwa Bulan Suro bagi kebanyakan orang Jawa dianggap sebagai bulan yang menyeramkan bahkan diidentikkan sebagai bulan yang penuh bencana dan laknat, bulannya para lelembut, hantu, dan sejenisnya. Bulan yang sarat dengan bau mistik yang menyelimutinya sehingga tidak jarang masyarakat Jawa sangat berhati hati dalam melakukan suatu kegitan pada bulan tersebut,lebih-lebih pada malam satu Suro berkembang semacam kepercayaan mistis bagi masyarakat Jawa, sehingga ada beberapa ritual dan pantangan.
Beberapa hal yang dipercaya pantang dilakukan di Bulan Suro antara lain: pesta pernikahan, pindah rumah, bepergian jauh, dan acara hajatan lain. Kebanyakan orang Jawa yang masih tinggal di pegunungan khususnya bahkan takut melakukan resepsi pernikahan pada hari kematian para leluhurnya, dan itu sangat dia rawat hingga kini sampai anak cucu bila tidak ada pencerahan dengan agama. Untuk mematahkan kepercayaan itu, ada seorang tokoh islam, tokoh Muhammadiyah bagian tarjih dan saat itu diberi amanat sebagai kepala kantor agama kabupaten Klaten dan terkenal di Klaten pada zamannya sengaja menikahkan puterinya dan menyelenggarakan resepsi di bulan suro di masjid agung Klaten, di pusat kota dan al hasil juga selamat, tidak ada hambatan apapun. Keberanian ini untuk membuktikan bahwa semua hari dalam perspektif islam itu baik adanya.
Berkaitan dengan menyambut tahun baru hijriyah, Allah swt menekankan pentingnya pemanfaatan waktu dalam kehidupan, seperti yang diabadikan dalam Firman Allah swt dalam Surah Al-‘Asr, surah ke 103 : “ Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.”
Baca Juga:Purwakarta Surplus Pangan, Diprediksi Capai 197.720 Ton GKGPolres Karawang Tangkap Tiga Pelaku Pembacokan, Tersangka Dijerat Ancaman 15 Tahun Penjara
Ayat tersebut mengingatkan pada kita agar kita jangan sampai menjadi orang yang merugi, dan kesempatan ini adalah kesempatan emas, di tahun baru hijriyah untuk melakukan muhasabah atau berhisab, apakah kita sudah beriman dengan baik dan beramal shaleh ? Nilai hijrah yang sebenarnya adalah bukan hanya dalam arti hijrah fisik saja tapi hijrah hati, berpindah dari kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik atau kondisi yang kurang maju menjadi yang lebih maju.