PASUNDAN EKSPRES-Pasca adanya pernyataan pembatalan 4.791 Calon Peserta Didik dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jabar 2023 oleh Kadisdik Jabar Wahyu Mijaya dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dengan alasan ilegal. Hal itu diungkapkannya dalam kegiatan MPLS di SMKN 12 Bandung Tanggal 17 Juli 2023, yang diakhiri dengan kata-kata MEMBERIKAN PELAJARAN KEPADA MASYARAKAT.
Pemerhati Pendidikan Gunawan Rasyid mengatakan, setelah dikaji pernyataan tersebut diduga adanya kebohongan. “Kalau dibatalkan artinya sudah sempat diterima. Kalau terjadi sebelum diterima namanya gugur dalam seleksi seperti Calon Peserta Didik (CPD) lainya bukan dibatalkan,” katanya yang akrab disapa Guras itu.
Untuk itu, lanjut dia, sebagai pemerhati pendidikan dan sebagai masyarakat “gantian” mencoba MEMBERI PELAJARAN kepada Gubernur dan Kadisdik Jabar dengan mendorong DPRD Jawa Barat Untuk membentuk PANSUS PPDB Jabar 2023.
Baca Juga:Tahun Baru Islam, Warga Cibodas Rayakan dengan Pawai Ta’arufResmikan Apartemen Transit Cibatu, Ridwan Kamil Juga Teken Nota Kesepakatan dengan BPJamsostek
“Masyarakat masih yakin DPRD Jabar akan menjaga integritas dan akan berpihak kepada kepentingan obyektif masyarakat. Apabila pada prosesnya ditemukan dugaan penyimpangan, DPRD berhak memberikan rekomendasi penggantian Kadisdik Jabar. Tapi yang lebih bijak Kadisdik Jabar mundur dari sekarang, sementara Gubernur sebentar lagi juga diganti oleh Penjabat Gubernur,” bebernya.
Guras juga menyampaikan persoalan PPDB bukan murni persoalan sistem, tapi yang terbesar diduga pertama gagalnya proses pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Disdik dan Pemprov Jabar. Portal PPDB online hanya menhipnotis masyarakat seolah-olah verifikasi serta seleksi kelulusan dilakukan secara otomatis oleh sistem.
Padahal faktanya verifikasi dan seleksi kelulusan 100% dilakukan manual oleh operator sekolah yang dituju. “Apabila iman operator goyah, kemudian ada masyarakat yang meminta bantuan, jalur apapun yang ada pada PPDB bisa direkayasa oleh operator, karena Akun PPDB CPD diserahkan kepada operator. Kalau ini terjadi artinya Kadisdik dan Gubernur Jabar gagal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan,” katanya.
Alasan kedua, kata Guras, diduga tidak efektifnya Disdik dan Pemprov Jabar dalam melaksanakan kebijakan anggaran terhadap SMA, SMK dan SLB. Hal ini mendengar isu lama yang sering dikeluhkan oleh beberapa Kepala Sekolah yang seolah dituntut untuk selalu melaksanakan pelayanan pendidikan yang maksimal, akan tetapi bantuan anggaran untuk fasilitas pendidikan terbatas, terutama untuk SMK rasio indek kebutuhan anggaran per siswa/tahun sangat jauh, idealnya minimal diangka 4 jt.