Studi yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta seminggu yang lalu berupaya untuk mengungkap kehidupan manusia lampu merah yang akhir akhir ini semarak di perkotaan terutama di lokasi lampu merah di kawasan pinggiran kota, khususnya kota Surakarta sebagai akibat membludagnya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja yang memadai, penggunan teknologi,dll sehingga terjadi excess supply of labour, yang menjadi ciri problem tenaga kerja di negara berkembang.
Manusia pekerja di titik lampu merah atau di perempatan jalan yang jadi sumber kemacetan, yang dijadikan peluang kerja mereka untuk mendapatkan penghasilan karena wilayah tersebut merupakan wilayah bebas tak bertuan dan tidak ada larangan untuk mengeksploitasinya dan akhirnya menjadi tempat untuk bekerja, yang sebelumnya kita tidak pernah bayangkan bahwa lokasi tersebut menjadi lahan untuk mengais rezeki. Mereka yang memanfaatkan lahan tersebut untuk bekerja terdiri dari berbagai macam nuansa : pengemis,manusia silver, badut,pengamen,supeltas. Mereka memilih lokasi yang secara geografis dapat memberikan keuntungan yang lebih baik dari segi topografi , aksesibilitas dan kepadatan lalu lintas serta keramaian terutama kemacetan. Kondisi tersebut menjadi daya tarik mereka dan kemudahan transportasi juga mendukung mobilitas mereka. Masyarakat solo raya secara sosio kultural mau menerima kehadiran mereka karena sampai saat inipun kehadiran mereka tidak terusik.
Penyebab mengapa manusia silver, manusia dengan kostum boneka, pengamen, supeltas, pengemis, dan gelandangan banyak terdapat di sekitar lampu merah di kawasan Soloraya bisa bervariasi dan melibatkan berbagai faktor. Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap keberadaan mereka di sekitar lampu merah adalah :
Baca Juga:Cita Rasa Seruwit: Simbol Kebersamaan Lampung Timur BerjayaLPKSM Lingkar Desak Pemerintah Tingkatkan Pengawasan Distribusi Gas Subsidi
1.Kemacetan dan Tingkat Lalu Lintas yang Tinggi :kawasan periferi Soloraya, seperti banyak kawasan perkotaan di Indonesia, mungkin mengalami kemacetan lalu lintas yang parah, terutama di persimpangan atau lampu merah. Keberadaan manusia silver, pengamen, dan lainnya di sekitar lampu merah ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk mendapatkan sumbangan atau penghasilan dari pengendara yang berhenti saat lampu merah menyala. 2.Keterbatasan Kesempatan Kerja dan Mata Pencaharian : beberapa orang mungkin beralih menjadi manusia silver, pengamen, atau pengemis karena terbatasnya kesempatan kerja dan mata pencaharian di wilayah periferi. Kondisi ekonomi yang sulit dan keterbatasan lapangan pekerjaan bisa mendorong mereka untuk mencari cara lain untuk bertahan hidup. 3.Akses Terbatas ke Layanan Sosial dan Kesejahteraan : beberapa orang yang menjadi gelandangan atau pengemis mungkin menghadapi tantangan akses ke pelayanan sosial, kesejahteraan atau bantuan pemerintah. Kondisi ini bisa menyebabkan mereka mencari dukungan atau bantuan di tempat-tempat yang lebih ramai seperti lampu merah. 4. Pemasukan Cepat : aktivitas seperti menjadi manusia silver, pengamen, atau pengemis di sekitar lampu merah bisa menawarkan pemasukan cepat dan instan. Meskipun penghasilannya mungkin tidak stabil, beberapa orang mungkin memilih car aini karena bisa mendapatkan uang dalam waktu singkat. 5.Ketidakstabilan Sosial dan Ekonomi : faktor sosial dan ekonomi, seperti kemiskinan, konflik, atau ketidakstabilan ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk mengambil jalan hidup yang tidak konvensional, termasuk menjadi pengemis atau gelandangan.