SUBANG – Kabupaten Subang sedang menghadapi fenomena iklim El Nino yang berdampak pada kekeringan. Wilayah Pantai Utara (Pantura) Subang menjadi salah satu yang paling rawan terkena dampak kekeringan akibat El Nino.
Dampak El Nino dirasakan oleh petani di kawasan Pantura Subang, khususnya di Desa Rancadaka, Kecamatan Pusakanagara, yang mengalami kekeringan. Lahan sawah di Desa Rancadaka terlihat kering dan tidak bisa ditanami padi karena saluran irigasinya mengering, sehingga para petani tidak dapat menggarap sawah mereka.
Salah satu petani di Desa Rancadaka mengatakan bahwa kekeringan ini rutin terjadi setiap tahun, sehingga para petani hanya dapat menanam padi sekali dalam setahun ketika musim penghujan tiba.
Baca Juga:Disnakertrans Karawang Siapkan Rekrutmen Tenaga Kerja Online untuk Tindak Tegas Praktik CaloPemdes Margahayu Wujudkan Impian Warga dengan Membangun Jalan Lingkungan
“Irigasi di desa Rancadaka mengalami kekeringan sejak Juni 2023, dan membuat sekitar 40 persen atau sekitar 300 hektar dari total 700 hektar sawah di desa ini tidak bisa ditanami karena tidak ada air yang mengalir,” ujar petani Desa Rancadaka, Munawar.
Menurut Munawar, kekeringan terjadi karena tidak ada air yang mengalir di saluran irigasi ke lahan sawah, bahkan ketika ada air yang berasal dari sungai, tidak dapat dialirkan ke sawah karena debit air sungai cukup rendah.
“Para petani sudah berusaha menggunakan mesin pompa untuk mengairi sawah dengan menyedot air sungai, tapi air sungainya tidak bisa tersedot karena air sungai tersebut terlalu dalam dan tidak bisa naik ke pesawahan,” kata Munawar.
Para petani berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan proyek sodetan Tarum Timur di Kecamatan Compreng agar air dapat mengalir dari Tarum Timur ke lahan pesawahan di Kecamatan Pusakanagara dan daerah lainnya.
“Jika proyek sodetan sudah selesai, Insyaallah kita tidak akan kekurangan air lagi, karena air untuk irigasi berasal dari Tarum Timur yang bersumber dari Waduk Jatiluhur,” pungkasnya. (cdp)