Hampir semua usaha yang tergolong sektor informal ketika terjadi covid-19 mendapat tekanan yang berat sehingga sebanyak 27 persen dari mereka tidak berjualan dan yang lain mengambil strategi bertahan hidup agar ekonomi rumah tangganya bisa berjalan meskipun terseot seot. Strategi yang diambil sangat tergantung dari situasi daerah jualan masing masing, dari kreativitas mereka yang ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman berjualan. Mereka yang tetap berjualan dengan mengurangi produksi, tetap berjualan seperti biasa karena daerahnya termasuk aman dan ada yang berjualan dengan memperketat protokol kesehatan.
Ketiga strategi ini dilakukan oleh penjual hampir capai 50 persen artinya mereka tetap berjualan. Mereka yang punya strategi berjualan dengan online capai 7,59 orang atau 12 penjual dan berjualan dengan take away sebesar 4,43 persen atau 7 orang.
Sisanya dengan mengambil cara : mobilitas pekerjaan, mengurangi jam kerja, tutup saat PKM kemudian buka setelah mereda, mengandalkan tabungan dan kerjasama dengan lembaga perbankan untuk menyambung hidup dan lainnya. Begitu beratnya menghadapi ujian covid-19 sehingga mereka harus mencari alternatif yang mereka mampu untuk bisa bertahan hidup. Sektor informal memang sangat riskan terhadap perubahan yang begitu mengejutkan sehingga mereka mendapat pelajaran yang berharga dengan covid-19.
Baca Juga:Telkomsel One Mampu Transfer Data Berkecepatan Hingga 2 GbpsDPRD Desak Pemda Atasi Kekeringan, Berharap Sodetan Tarum Timur Bisa Mengaliri Pesawahan
Mobilitas pekerja sektor informal ini ternyata tidak hanya dari daerah sekitar Surakarta , akan tetapi ada yang dari luar prvinsi (lihat gambar 1). Teori mobilitas yang klasik hingga kontemporer mengatakan bahwa ada interaksi antara daerah asal dan daerah tujuan dimana daerah tujuan memiliki nilai kefaedahan yang lebih tinggi sehingga penjual/pedagang mie ayam dan bakso ini harus melakukan mobilitas atau gerakan ke daerah pinggiran Surakarta karena memiliki nilai kefaedahan yang lebih baik dan faktor jarak memang jadi salah satu pertimbangan yang kuat untuk menuju daerah tujuan, kata hukum migrasi Ravenstein.
Akan tetapi nampaknya ada pengecualian untuk pedagang ini karena mereka berasal dari 18 kabupaten/kota (Bogor, Boyolali, Grobogan, Gunungkidul, Karanganyar, Klaten, Surakarta, Kuningan, Madiun, Ngawi, Pekalongan, Purworejo, Semarang, Sidoarjo, Sragen, Sukoharjo, Tasikmalaya dan Wonogiri), bahkan idak hanya berasal dari Jawa Tengah saja ada juga yang berasal dari Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Barat yang mencari nafkah di Kawasan Periferi Kota Surakarta. Kawasan periferi Kota Surakarta dapat dikatakan sudah mulai maju dan berkembang sehingga menjadi salah satu tempat tujuan untuk merantau. Tidak hanya berasal dari sekitaran Solo Raya saja tetapi sudah merambah sampai luar Provinsi Jawa Tengah. Ada faktor lain selain jarak yang menarik untuk mengadu nasib di daerah tujuan dan yang paling besar adalah peningkatan pendapatan maka mobilitas penduduk sebetulnya bentuk upaya manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan.