Masjid harus menjadi pusat ibadah dan pusat muamalah dengan caranya : ketika melihat fenomena pinjol ini harus hadir di tengah tengah jamaahnya untuk menyapa dan menjadi solusi problem ekonomi yang menjerat mereka, jangan sampai masjid hanya menjadi menara gading, tinggi menaranya tapi rendah cita cita untuk memberdayakan umatnya dengan segala fasilitas dan dana yang dimiliki.
Masjid yang sudah mapan eksistensinya akan memberikan laporan keuangan secara tarnsparan dan obyektif, yang biasanya selain disampaikan secara tertulis dihadapan jamaahnya , saat pengajian bulanan misalnya , juga disampaikan pada pada papan pengumuman masjid agar jamaah di luar misalnya musafir juga ikut menyimaknya meskipun resiko kadang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Laporan ini sangat penting agar kepercaayan jamaah terhadap takmir tetap terjaga dan sekaligus sebagai pertanggungan jawab atas amanah yang diberikan.
Masjid sekelas Jogokaryan di pinggiran kota Yogya telah mengalokasikan uang masjid untuk peduli pada jamaahnya misalnya untuk makan dan bantuan yang lain . Inilah yang perlu dipikirkan ke depan di dalam pengelolaan masjid harus ada alokasi dan untuk membantu kehidupan masyarakat, tidak hanya yang untuk pembanguna fisik masjid saja sehingga konsep memakmurkan masjid juga diikuti memakmurkan jamaah. Barangkali inilah saatnya pengurus masjid peduli terhadap jamaahnya dengan mengalokasikan uang infak yang jutaan rupiah untuk disalurkan kepada jamaah dengan pinjaman tanpa bunga bagi mereka yang berusaha dan mereka yang kesulitan untuk makan (diberikan) sehingga jamaah tidak terjerat dengan pinjol dan sejenisnya.
Baca Juga:Ada Dukungan Dari Keluarga dan Warga, Siti Nurindah Sari Nyaleg Pertama KaliTak Hanya Touring, Migas Bikers Subang Sering Kunjungi Masyarakat dan Bakti Sosial
Agenda besar umat Islam ke depan adalah membangun sistem pengelolaan masjid yang berorientasi pada pemakmuran pada fisik masjid dan pemakmuran jamaah secara lebih proporsional. Masjid dipelihara fisiknya dengan baik, namun problematika jamaah masjid pada dimensi spiritual dan sosial juga tertangani secara optimal. Baitul mal pada masa Rasulullah SAW dan generasi sahabat sesudahnya dipusatkan di masjid secara optimal sehingga mampu mengatasi problem ekonomi dan bahkan memberikan ruang pemberdayaan jamaah.
Fenomena menumpuknya uang masjid di rekening Bank dalam jumlah besar hendaknya menjadi renungan, dimana saat yang bersamaan makin menumpuknya problema kehidupan jamaah yang senantiasa setia hadir ke masjid memenuhi panggilan azan. Managemen masjid yang modern memiliki filosofi lebih banyak memberi dari pada menerima, masjid harus menjadi tempat yang menyenangkan, Jamaah harus memakmurkan masjid dan sebaliknya masjid juga harus memakmurkan jamaah dalam arti yang luas. Problem masjid jadi problem jamaah dan sebaliknya problem jamaah juga problemnya masjid.(*)