Biasanya, Nabi Saw selalu berbagi setiap hadiah yang beliau terima. Seperti pepatah di Minangkabau “tatilungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun (Tertangkup sama makan tanah, terlentang sama minum air”.
Seorang sahabat memberanikan diri bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, mengapa engkau makan sendirian buah anggur tadi?
Mengapa sama sekali engkau tidak menawarkannya kepada kami?”
Rasulullah S.A.W tersenyum. Beliau lalu menjelaskan kepada mereka,
“Aku memakan semuanya karena anggur-anggur itu terasa masam. Jika menawarkannya kepada kalian. Aku khawatir wajah kalian nanti akan berubah menunjukkan ekspresi tidak suka dan kecewa. Sehingga, melukai perasaan petani itu.”
Baca Juga:5 TAHUN RINDU, Hari Jadi ke-78 Jabar, Momen Resmi Terakhir Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul UlumPojokan 165, Merdeka
Salah satu pelajaran (ibrah) dari serpihan-serpihan kisah yang di atas adalah kepekaan Rasulullah terhadap orang lain. Beliau menolak, menjadi orang kaya.
Untuk menjaga perasaan orang-orang miskin. Dalam kondisi miskin dan serba kekurangan saja beliau mampu berbagi, apalagi kalau beliau kaya.
Orang kaya berbagi. Itu hal biasa. Tapi, orang miskin berbagi dengan sesama. Itu merupakan perilaku super mulia.
Rasa anggur yang masam beliau tahan. Untuk menjaga perasaan si pemberi.
Disamping itu, beliau mampu mencegah potensi melukai perasaan orang lain.
Beliau rela menanggung resiko, untuk tujuan yang mulia. Masya Allah, kepribadian Rasulullah saw. Manusia paripurna yang tiada duanya.
Masyarakat Minangkabau dikenal dengan falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, syara’ mangato adat mamakai”.
Falsafah ini seyogianya menjadi barometer semua tindakan atau kebijakan masyarakat Minangkabau.
Termasuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Baca Juga:Daftar Harga Kulkas LG 2 Pintu, Yakin Ga Mau Beli?5 Daftar Harga Paket XL Tahun 2023, Murah Bingits!
Bagaimana masyarakat Minangkabau dalam menanamkan dan mengembangkan kepekaan sosial terhadap orang lain?
Dalam tataran teoritis, tercermin dari pepatah-petiti, di antaranya sebagai berikut:
- Kok hanyuik bapintasi, tabanam basilami, Saciok bak ayam, sadanciang bak basi, tarapuang samo hanyuik, tarandam samo basah (Kalau hanyut dipintasi, terbenam diselami, Seciap bagaikan ayam, sedencing bagaikan besi, terapung sama hanyut, terendam sama basah). Gambaran mengenai semangat hidup, tenggang rasa, menjaga kekompakan, senasib sepenaggungan dalam masyarakat Minangkabau dalam mengarungi samudera kehidupan.
- Bak manatiang minyak panuah, bak maelo rambuik dalam tapuang (Bagaikan membawa minyak penuh, bagaikan menarik rambut dalam tepung)