KARAWANG-Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas, meminta bupati, sekretaris daerah, asisten daerah hingga camat memangkas prosedur pelayanan, sehingga lebih singkat dan efesien. Hal itu sesuai arahan Presiden Joko Widodo, yang menginginkan birokrasi berubah bukan hanya berbenah, yakni bergerak untuk birokrasi yang berdampak.
Azwar mengatakan hal itu saat berkunjung ke Kabupaten Karawang dalam program MenPAN RB mengajar ASN. Hadir dalam acara itu Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana dan wakilnya Aep Syaepuloh, para Kepala Organisasi Perangkat Daerah, camat, dan ribuan ASN di lingkungan Pemkab Karawang.
Menurut Azwar, birokrasi jangan lagi terjebak pada rutinitas. Dan di KemenPANRB rutinitas itu sudah dipangkas dengan memangkas sejumlah proses layanan. Misalnya, pelayanan kepegawaian yang sebelumnya ada 14 tahap, kini dipangkas menjadi 2 tahap layanan. Kemudian layanan pensiun dipangkas dari 8 tahap juga dibabat jadi 2 tahap saja.
Baca Juga:Film asal Subang Susuk Jelita Bangkitkan Geliat Dunia PerfilmanKawasan Rebana Bakal Jadi Pusat Ekonomi Baru, Ridwan Kamil: Jabar di Wilayah Utara Bakal Maju
“Pemangkasan prosedur birokrasi itu, sudah bisa dimulai oleh bupati, sekda, para asisten, hingga camat,” ujar Azwar, seusai memberi arahan kepada ribuan ASN Karawang di Aula Husni Hamid, komplek perkantoran Pemkab setempat, belum lama ini (21/8).
Selain itu, Azwar juga miminta pemerintah daerah menutup aplikasi-aplikasi yang kurang bermanfaat. Apalagi aplikasi itu tidak terkoneksi satu sama lain.
“Banyak layanan yang berbasis aplikasi seperti Si Denok, Si Mencrang dan lainnya. Tapi layanan tersebut bidak jalan bahkan malah memusingkan rakyat,” kata Azwar.
Atas dasar itu, pihaknya mendorong agar aplikasi layanan di berbagai daerah di Indonesia tidak bertambah lagi. “Trennya aplikasi nambah terus dengan nama aplikasi yang beragam. Hak ini akan menjadi PR baru buat rakyat,” katanya.
Masalah tersebut, lanjut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga dihadapi oleh bangsa Eropa. Sebelumnya, di Eropa ilada 1000 web service, tapi sekarang tinggal jadi satu. Sementara di Indonesia tercatat ada 27000 aplikasi layanan pemerintahan.
Jumlah aplikasi yang banyak itu, lanjut Azwar, didorong bisa diinteroperabilitas. “Hal itu tentunya membutuhkan komitmen dari semua pihak,” katanya.(use/ery)