PASUNDAN EKSPRES – Tak ada kulo nuwun dan semena-mena! Pohon-pohon dan apapun yang berdiri tegak di pinggir jalan, dipaksa bersedia menerimanya.
Berbilang bulan bahkan tahun, gambar yang dititipkan tanpa uang sewa itu, nangkring dengan jumawa di pepohonan.
Wajah-wajah sumringah dengan jargon pro rakyat itu nongkrong dengan congkak di atas penderitaan pepohonan.
Baca Juga:Ketika Pilihan itu Ada: Pronasa atau Karang TarunaSepucuk Surat Cinta untuk Kang Emil
Yang dipaksa menerima tajamnya paku yang ditancapkan ke tubuhnya tanpa kompensasi apapun. Melahirkan darah getah yang terurai membuncah, mengeringkan arus kehidupannya.
Wajah-wajah itu tercetak dalam bener, famplet, baligho atau apapun yang bisa ditancapkan di pepohonan dan atau lainnya.
Sebab wajah-wajah itu hanya ramai nemplok di pepohonan ketika musim pemilu (pemilihan umum) atau pilkada (pemilihan kepala daerah) saja.
Sehari-hari, muka-muka itu tak pernah atau jarang terlihat interaksi dengan kebanyakan rakyat.
Sebagian dari iris waajah itu, pernah jadi wakil rakyat dan ingin meneruskan menjadi wakil rakyat.
Sebagian lainnya baru mencoba peruntungan untuk mewakili rakyat dalam perhelatan lima tahunan, pemilu.
Sebagian wajah itu, mengandalkan populerisme untuk meraih simpati suara rakyat jelata.
Tak salah mereka mempromosikan diri mereka sebagai calon wakil rakyat.
Menawarkan rayuan kepada siapapun yang sekilas melihatnya.
Bermodal janji-janji gombal akan memerjuangkan segala kepentingan rakyat.
Kepentingan rakyat yang dijadikan alat kepentingannya sendiri atau kelompok.
Baca Juga:Wagub Uu Ruzhanul Dampingi Wapres Resmikan Masjid Syarief AbdurachmanTren Investasi di Kawasan Arumanis Jabar Selatan Meningkat
Dan memang salah satu tugas wakil rakyat adalah menjunjung tinggi di atas kepalanya segala yang berbau rakyat.
Tak semuanya seperti itu.Ada yang memang menjadi wakil rakyat sesungguhnya.
Namun tak bisa lepas dari jeratan wakil partai politik (parpol), dimana wakil rakyat bermetamorvosis menjadi wakil parpol.
LIHAT JUGA:Â Pojokan 164, Gelisah
Ada juga wakil daerah (Dewan Perwakilan Daerah) yang taringnya tak setajam taring anggota dewan.
Sebagai penganut madzhab trias politica, John Lock dan Charles Louis de Secondat, Baron de La Brede et de Montesquieu, famplet wajah-wajah di pepohonan tersebut akan menempati golongan legislative.