Kurangnya perhatian dari pemerintah setempat dan terputusnya regenerasi. KTPH hanya tinggal nama. Karang Taruna yang pernah mengharumkan nama nagari, hanya menjadi kenangan. Entah, kapan akan kembali hadir? Karang Taruna wadah generasi muda untuk beraktualisasi dan memberikan karya positif pada nagari.
Ketika ada pilihan dan boleh untuk memilih; antara Pronasa dan Karang Taruna. Jujur penulis lebih tendensius menjatuhkan pilihan pada Karang Taruna. Bukan, karena diselimuti kebencian atau iri hati. Tapi, ini adalah pilihan suara hati berdasarkan fakta dan data yang terbukti dalam sejarah. Ada beberapa alasan yang menjadi pegangan dan dapat dijadikan bahan diskusi terhadap pihak yang berbeda pilihan, di antaranya:
- Karang Taruna merupakan magnet untuk menggaet partisipasi masyarakat dan pemerintah. Karena yang menjadi pengurus Karang Taruna adalah warga setempat. Sehingga melahirkan perasaan segan menyegani, kalau tidak mendukung. Perasaan itu lahir dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan, suku dan rasa senasip sepenanggungan.
- Karang Taruna mengakomodir generasi muda di berbagai level (anak-anak, remaja, dan orang dewasa) tidak diskriminatif; tidak memandang berdasarkan suku, status sosial, latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
- Sumber dana; lintas instansi pemerintah dan pihak-pihak lain yang tidak mengikat
- Beban kerja guru non tupoksi berkurang. Beban itu beralih kepada Karang Taruna dengan mengadakan pelbagai kegiatan yang mampu memfasilitasi minat dan bakat generasi muda. Peluang sebagai pembina/guru/pelatih tidak hanya terfokus pada ASN. Tapi membuka peluang seluruh warga yang memiliki kompetensi.