Lantas, bagaimana kalau muncul ide “nakal konstruktif”? Misalnya bagaimana Pronasa dan Karang Taruna tetap jalan sesuai dengan jalur dan metodenya masing-Masing? Atau bagaimana seandainya mengawinkan kedua wadah tersebut?
Jawaban akan beraneka ragam dengan berbagai macam argementasi. Namun, menurut penulis, jawaban yang logis adalah dengan mengawinkan keduanya. Dilebur dalam wadah yang namanya Karang Taruna. Sebab, dengan membuka ruang keduanya berjalan sesuai dengan lahan garapannya masing-masing (dualisme), menimbulkan kesan dan aroma yang kurang elok. Rumah yang sama dikelola dua keluarga, tinggal menunggu bom waktu akan terjadi gesekan dan perselisihan yang sulit dihindari. Alam takambang manjadi guru. Sangat mudah kita jumpai, di Republik ini, dualisme tidak pernah berakhir dalam kemesraan. Keduanya saling bersaing untuk mendapatkan pengakuan, misalnya dualisme di kepengurusan partai, yang berujung perpecahan. Contoh lain, sampai saat ini masih terjadi di suatu nagari di Ranah Minang. Terjadi dualisme Kerapatan Adat Nagari (KAN). Masing-masing merasa berhak dan benar. Akibatnya, dalam satu suku, ada dua kepala suku (datuak). Suku terpecah (disintegrasi) buah dari dualisme yang dilanggengkan.
Berangkali opsi lain akan muncul, ibarat bunga Pronasa adalah bunga yang akan mekar. Biarkan bunga mekar, jangan dipetik. Hingga ia layu di tangan. Artinya diberikan kesempatan Pronasa untuk berjalan. Maklum, Karang Taruna di kenagarian, umumnya masih tenggelam. Jika nanti mengapung (berdiri), terjadi gesekan, disitu nanti diselesaikan. Bak kata pepatah “dima tumbuah, sinan disiang”. Seiring perjalanan waktu, apakah Pronasa akan mampu bertahan atau tidak, seperti Karang Taruna? Jika Pronasa lahir genuine, buah dari nalar, rasa, dan intuisi. Tanpa ada motif-motif kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Maka, Pronasa akan bertahan, tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan, (tidak bisa hancur oleh panas dan hujan). Atau Pronasa akan cepat tenggelam. Seiring perubahan percaturan politik dan suksesi kekuasaan. Wallahu a’lam bishawab
Padang Laban, 25 Agustus 2023
Salam Merdeka dan Anti Neokolonialisme!