Lengkap sudah penderitaan guru di negeri ini?
Gaji dan insentif tidak seberapa, tapi menjadi ladang oknum-oknum pejabat nakal.
Gurindam Minangkabau mengatakan, “baladang di pungguang kawan” (Berkebun di punggung kawan).
Kapankah praktik jahat ini berakhir di negeri yang katanya negeri menjunjung tinggi Pancasila?
Baca Juga:MANJUR! Begini Cara Mencari Teman di Instagram dengan Nomor Hp Tanpa RibetSerunya Bermain 3 Game Tembak Tembakan Online Gratis, Nikmati Aksi Tanpa Batas!
Pancasila hanya ada pada hari Senin atau saat Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN).
Sejatinya, Pancasila bukan untuk diucapkan, tetapi untuk diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kue Bolu; Panas di Bawah
Orang tua merupakan user eksistensi guru. Kewajiban mendidik yang sejatinya berada di tangan orang tua.
Karena ibu adalah pendidik yang pertama bagi anak.
Hafiz Ibrahim, seorang penyair, mengungkapkan “Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.” (Ibu adalah madrasah atau pendidik pertama anaknya. Jika engkau mempersiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya).
Namun, karena faktor pekerjaan dan kesibukkan orang tua. Orang tua terhadap anak (peserta didik) diserahkan kepada guru.
Tanggung jawab itu beralih dari orang tua kepada guru.
Meskipun beralih, semestinya orang tua tidak menyerahkan 100 % pada guru.
Karena dari aspek waktu, anak berada lebih lama di rumah dan lingkungan masyarakat.
Selanjutnya, dari aspek guru. Guru adalah manusia biasa, yang tidak diselimuti kelebihan dan kekurangannya. Guru bukanlah malaikat, makhluk yang tidak memiliki hawa nafsu.
Baca Juga:Rahasia Kreatif, 2 Cara Bikin Stiker WhatsApp dari Foto Favorit Anda2 Cara Bikin Stiker Whatsapp di iPhone dengan Foto Sendiri, Tanpa Aplikasi dan dengan Aplikasi!
Bukan pula setan, makhluk yang mempertuhankan hawa nafsu. Guru adalah manusia yang diberikan amanah untuk menggantikan peran orang tua, yang perlu mendapat dukungan.
Sebaliknya, ketika anak gagal menjadi manusia (pecandu narkoba, pejudi, pelaku curanmor, pelacur, dan sebagainya).
Nama orang tua rusak dan mental guru juga turut rusak. Beban mental bersarang dalam diri guru. Karena merasa gagal dalam mendidik.
Dalam mendidik, guru akan vis a vis dengan perangai peserta didik yang beraneka ragam.