Ketika Sekolah (boleh) untuk Kampanye

Ketika Sekolah (boleh) untuk Kampanye
0 Komentar

Oleh:

 Agus Prasmono, M.Pd. (Kepala SMAN 1 Parang Magetan Jawa Timur)

Tahun ini  dikatakan tahun politik karena sebentar lagi banyak peristiwa politik terjadi di negeri ini mulai dari pemilihan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat sampai dengan pemilihan Kepala Daerah, hampir semuanya terjadi di tahun 2024 yang aktifitas politiknya sudah dimulai sejak tahun ini. Lembaga pendidikan  secara langsung tidak ada hubungannnya dengan peristiwa politik tersebut, namun dengan munculnya Keputusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang salah satu diktumnya menyebutkan bahwa “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika Peserta Pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan ”tempat pendidikan” pada ketentuan ini adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggasilitas Pemerintah, Sekolah bisa digunakan untuk kampanye.

Fasilitas pendidikan dimaksud pada dictum tersebut adalah Gedung atau halaman sekolah/perguruan tinggi tidak melihat jenjang/tingkatannya artinya mulai jenjang pendidikan terendah (TK) sampai dengan pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi).   Bangunan pemerintah pada dasarnya juga bangunan publik yang dibangun dari anggaran negara yang berasal dari dan APBN dimana dana APBN juga berasal dari publik sehingga ketika publik menggunakan logikanya juga bisa. Mungkin itu logika yang dipakai MK atau alasan lain karena penulis belum sempat membaca secara utuh alasan MK akan putusan tersebut, namun Parpol Peserta Pemilu atau calon peserta/kontestan Kepala Daerah (mulai Presiden sampai Bupati) tentunya akan melihat juga adakah calon bidikan suara di Lembaga tersebut yang bisa didulang? Kalau hanya tempat, mengapa harus di Sekolah, bukankah tempat lain masih ada yang lebih strategis untuk mendulang suara? Tetapi ketika mengingat suara yang akan diambil, maka siswa SMA cukup banyak yang sudah memulai mempunyai hak pilih, maka akan senang bila Parpol tersebut menempatkan kampanyenya di SMA atau perguruan tinggi.

Pemilih usia 17 hingga 30 tahun di Indonesia Menurut KPU sebanyak 63.953.031 orang atau 31,23 persen, sementara pemilih usia 31 hingga 40 tahun sebanyak 42.398.719 orang atau 20,70 persen. Maka suara mereka sudah hampir 52 persen jika digabungkan. Dasar inilah  kiranya yang dipakai Parpol untuk mengadakan kampanye di Sekolah. Suara pemula merupakan suara yang mudah diarahkan (barangkali menurut dia) atau setidaknya masih merupakan massa mengambang (Floating mass) yang bisa diperebutkan dengan mudah melalui kampanye dengan bunga pemanis yang akan ditaburkan oleh setiap kontestan kepada pemilih pemula yang belum teguh dalam menentkan pilihannya.

0 Komentar