Sementara kalau sekedar tempat tanpa melibatkan peserta didik dalam kegiatan kampanye itu rasanya agak sulit mengingat sekolah adalah rumah bagi peserta didik. Disisi lain peserta didik tingkat SMA sebagian sudah memiliki hak untuk memilih karena mereka sebagai yang kelas XI dan XII sudah berusia 18 tahun dan sudah ber KTP. Kalaupun sebagian belum meliliki hak sangat mungkin juga tertarik untuk mengikuti kampanye karena bagi mereka itu adalah hal baru. Hal yang baru itu bisanya menjadi magnit peserta didik untuk ikut di dalamnya.
Sebenarnya yang dibutuhkan oleh sekolah dan peserta didik yang ada didalamnya adalah bukan kampanye dari politik praktis namun pemahaman akan politik dan pendidikan demokrasi yang benar. Untuk itu bisa dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu ataupun oleh Lembaga Pemerintah yang tugas dan fungsinya dekat dengan kepemiluan seperti Bakesbangpol, DPR masuk sekolah, Kodim dan sebagainya. Selama ini siswa kurang utuh dan lengkap pemahaman politiknya kalau hanya dari guru saja, sehingga perlu tambahan energi dan pemahaman politik praktis yang bersih dari pihak terkait tersebut dengan benar bukan dicekoki dengan politik praktis yang selama ini lebih dikenal dengan politik transaksional. Memberikan pemahaman akan pentingnya demokrasi yang benar, pentingnya keikutsertaan dalam pemilu, pentingnya tidak ikut terlibat dalam manypolitik, pentingya bahwa politik untuk menjaga eksistensi negara, pentingnya nasionalisme dengan politik.
Membangun bangsa melalui membangun generasi muda bukan hanya tanggungjawab Sekolah/Lembaga Pendidikan saja, namun adalah tanggungjawab seluruh elemen bangsa mulai dari Dewan Perwakilan Rakyat, elemen Pemilu seperti KPU dan Bawaslu, Pemerintah sendiri ikut terlibat langsung dalam dunia pendidikan, karena amanat Undang-undang bahwa pedidikan adalah tanggungjawab bersama antara Pemerintah, masyarakat dan orang tua. Ketika tanggungjawab ini imlementasinya tidak seimbang dan tidak lengkap bisa jadi hasil dari proses pendidikan sendiri juga tidak akan lengkap. Semoga kedepan kesadaran membangun demokrasi ini betul-betul dilaksanakan oleh semua komponen bangsa agar perkembangan demokrasi di Indonesia semakin baik bukan semakin terpuruk. Itulah harapan terindah untuk tahun politik ini. Perlu direnungkan implementasi dari keputusan MK tersebut karena akan banyak menimbulkan madharat daripada manfaat, lebih lebih pemahaman politik siswa belum matang, yang pada akhirnya akan terjadi friksi dalam sekolah dan akan menimbulkan ketidaknyamaanan karena memahami perbedaan belum sepenuhnya terinternalisasi dalam kalbu. Kepala Sekolah harus mengkaji secara mendalam sebelum memberikan peluit izin untuk parpol masuk sekolah.(*)