Pendidikan: Politisi dan Profesional

Pendidikan: Politisi dan Profesional
0 Komentar

Jujur secara pribadi saya sangat respek dengan KDM yang telah berhasil dalam mengelola Purwakarta tapi sayang sikap kenegarawanannya terluka dengan beberapa kasus yang terjadi.

Oleh karena itu perlu kiranya seorang politisi menginisiasi suatu aturan agar yang terlibat atau ikut kontestasi Pilkada memiliki tahapan dalam mencalonkan diri.

Bukan karena uang, popularitas dan elektabilitasnya saja, sebab kalau tidak akan terjadi kekacauan dalam system berbangsa dan bernegara.

Baca Juga:Hujan Deras, Warga Ciater Akhirnya Bernapas Lega Setelah Kekeringan PanjangSemarak Peringatan HUT ke-390 Karawang, Kelurahan Karawang Wetan Gelar Jalan Santai dan Senam Aerobik

Menurut A. Setyo Wibowo dalam Filsafat Pendidikan Politik Platon, sekarang ini kita sedang menghadapi dua tantangan besar yaitu budaya teknologi dan budaya demokrasi.

Menurutnya pendidikan calon pemimpin tidak lepas dari dua tantangan tersebut. Hal terpenting bagi pendidikan pemimpin adalah menjadi manusia merdeka dan berdaulat yang harus dimulai dengan pendidikan rasa-merasanya (sensibilitas).

Kehilangan sensibilitas dapat membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain. Politisi yang dimunculkan tiba-tiba mungkin dapat mengerti secara kognitif tapi tidak peka terhadap orang lain dan lingkungannya.

Budaya teknologi telah menyetir cara kita hidup baik cara kita merasa, berpikir, dan berharap.

Teknologi hanya berfokus pada hasil agar lebih cepat dan lebih banyak dan mengesampingkan aspek kemanusiaan, mengesampingkan aspek harmoni hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam.

Dalam perspektif teknologi, dunia harus kita kuasai, kita kendalikan agar kita memiliki lebih cepat dan lebih banyak. Salah satu contoh budaya teknologi dalam politik adalah menjadikan politisi dadakan seperti isteri dan anak untuk menggantikan suami atau ayahnya.

Karena dadakan dan instan maka ketika memimpin dan berkuasa dapat kehilangan sensibilitas.

Baca Juga:Tridjaya Motor Kini Hadir di Pusakaratu PusakanagaraNasi Timbel Telkom Menjadi Tempat Makan Pilihan Karyawan

Teknologi sebuah keniscayaan tapi sejatinya budaya teknologi harus menciptakan manusia-manusia merdeka, berdaulat, dan kreatif dan bukan menjadikan manusia instan.

Budaya kedua adalah budaya demokratis. Demokrasi yang selama ini kita rasakan adalah kekuasaan di tangan rakyat, hingga rakyat bebas menentukan nasibnya sendiri dan tidak mau diatur.

Di sisi lain dalam budaya demokrasi selama ini seperti di awal kemerdekaan mulai tahun 1945 hingga 1959 roda pemerintahan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Mulai dari bentuk pemerintahan presidensial, kemudian demokrasi parlementer (liberal), dan demokrasi terpimpin.

0 Komentar