Data dan peristiwa ini mengkonfirmasi pengakuan “Tiga Dosa Pendidikan”; perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi di kluster Pendidikan.
Padahal sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Permendikbud ini masih mandul dalam pelaksanaannya.
Saya sendiri teriris ketika sekilas membaca atau melihat peristiwa perundungan tersebut dicanel berita.
Baca Juga:Rekomendasi Nama Kucing, Lucu, Unik dan Lembut! Pasti CocokHarga Dry Food Kucing 2023, Berikut 4 Rekomendasi Terbaik Bulan Ini
Saya tak berani meneruskan membaca, karena tak sanggup melihat kebengisan anak usia dini melampiaskan sifat kebinatangannya tanpa perikemanusiaan (perundungan) sambil tertawa dan diviralkan.
Keteririsan hati dan perasaan yang melahirkan kegelisahan bercampur kemarahan yang tak buas dan ketakberdayaan.
Kemarahan atas tontonan kebiadaban yang dilakukan anak-anak. Juga orang dewasa.
Pertanyaannya, kenapa sifat buas kebinantangan itu, muncul dini diusia sekolah?
Apa yang salah dari sistem pendidikan selama ini?
Tulisan ini tentu tidak berpretensi menjawab secara tuntas dan konfrehensif dari pertanyaannya tersebut.
Sifat binatangisme yang buas bin sadis bin durjana bin ganas tersebut muncul karena tumpulnya kepekaan nurani anak-anak.
Ketumpulan tersebut bisa jadi karena lembaga pendidikan lupa menguatkan empat kepekaan; spiritual, sosial-lingkungan, kebangsaan dan digital.
Pojokan 170, Anak Harimau
Empat kepekaan ini sejatinya adalah mendidik “budi” siswa seperti yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara.
Para pendidik kita juga mungkin lupa untuk menguatkan siswanya untuk bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, tuhan, orang tua, masyarakat/orang lain, lingkungan, bangsa, menegakkan keadilan dan bertanggungjawab terhadap masa depannya.
Baca Juga:Dry Food Kucing yang Bagus, Berikut Tips Memilih dan Rekomendasi ProdukCara Membersihkan Uang Koin Kuno dengan Mudah dan Aman
Sejatinya pendidikan merujuk kepada teori trikonnya Ki Hajar Dewantoro: kontinuitas, konvergensi dan konsentris.
Kontinuitas adalah proses pendidikan yang mewariskan nilai-nilai luhur, kearifan lokal termasuk ideologi bangsa dan negara.
Tak minder ketika berhadapan dengan sesiapapun dengan tetap memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orang-budaya lain.
Sementara konsentris adalah proses pendidikan yang melahirkan siswa yang kreatif dan inovatif dalam suasana yang gembira dan kemerdekaan kreatifitas.