PASUNDAN EKSPRES – Serial Gadis Kretek merupkanan serial orisinal pertama dari Netflix Indonesia, akan tayang mulai Kamis (2/11/2023).
Melalui kisah tiga perempuan dari berbagai zaman, serial ini mengangkat pesan semangat perempuan masa lalu untuk perempuan masa kini.
Dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (1/11/2023), sutradara Kamila Andini berbicara tentang tujuannya dalam menciptakan serial ini.
Baca Juga:Review Film Budi Pekerti, dari Sha Ine Febriyanti yang Banjir Pujian Perankan Bu Parni sampai Keindahan YogyakartaGadis Kretek Mulai Tayang di Netflix, Kisah Emansipasi Dasiyah dan Cinta Terlarang
“Satu hal yang saya ingin lihat adalah ada semangat dari karakter Jeng Yah, yang selangkah lebih maju dari zamannya namun menghadapi banyak peristiwa tragis dan perjuangan pada masanya. Ada banyak peristiwa dan tragedi yang dialami perempuan pada masa itu,” ungkap Kamila.
Kamila ingin menyampaikan pesan bahwa kisah Dasiyah tidak hanya tentang tragedi semata, melainkan juga tentang semangat yang terpancar dalam hidupnya pada masa itu.
Dasiyah adalah sosok perempuan berwawasan yang piawai dalam meracik saus rokok kretek.
“Kita kini hidup di era yang berbeda, di mana segala sesuatu menjadi lebih mudah. Ini berbeda dengan kehidupan Dasiyah pada zamannya, dan kita ingin meneruskan semangatnya ke generasi sekarang,” tambah Kamila.
Dia juga menjelaskan bahwa proyek ini sebenarnya telah direncanakan sejak sepuluh tahun lalu oleh sutradara Ifa Isfansyah dan penulis buku, Ratih Kumala.
Kamila sendiri telah membaca buku tersebut ketika pertama kali diterbitkan pada tahun 2012.
Ketika membaca cerita “Gadis Kretek,” Kamila mengaku begitu terpesona.
“Salah satunya adalah karakter Jeng Yah, yang mirip dengan Kartini di dunia industri kretek. Saya membaca buku ini dengan cepat waktu itu karena benar-benar luar biasa,” ujar Kamila.
Baca Juga:Menceritakan Soal Guru dan Kritik Pengguna Media Sosial, Sosok Ini yang jadi Inspirasi Film Budi PekertiPra Rekontruksi Kasus Pembunuhan di Subang, Peragakan 80 Adegan
Ifa juga berbagi pengalaman tentang proses mengadaptasi buku ke dalam format visual.
Dia menjelaskan bahwa dalam bentuk tulisan, lebih mudah untuk bermain dengan waktu, namun ketika menghadirkannya dalam bentuk visual, banyak detail dan penelitian yang perlu dilakukan.
“Ketika merancang visual, bagaimana kita membuat dua periode ini tetap saling terhubung. Dari dua karakter, Dasiyah yang hidup pada tahun 1920 dan Arum yang hidup pada tahun 2001, kita gunakan sebagai alat untuk berbicara tentang perubahan zaman,” kata Ifa.