Begitu pun terkait hegemoni atas mata uang, perbankan dan lain sebagainya. Bahkan jika kita mundur ke belakang, sejarah dengan jelas menggambarkan kepada kita bagaimana bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki dengan puluhan ribu korban jiwa padahal Jepang hanya menyerang pangkalan militer di Pearl Harbour tapi USA menyerang dan memusnahkan masayarakat sipil.
Hal inipun yang dilakukan Israel/Zionis yang tanpa perikemanusiaan menyerang, membom, tempat dan wilayah sipil sehingga ribuan anak-anak dan masyarakat sipil meninggal.
Saya meyakini bahwa setiap agama Islam, Kristen, yahudi dan agama lain pasti tidak mengajarkan ini. Agama mengajarkan hidup damai, cinta kasih, dan mengajarkan hidup berdampingan, walaupun ada perilaku orang beragama yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan, tapi hal tersebut pasti bukan ajaran agamanya.
Baca Juga:Warga Dusun Kosedansari Desa Tanjungsari Barat Terima 187 Sertifikat Tanah Hak MilikAep Syaepuloh Evaluasi Kinerja OPD
Di sini dapat kita pahami bahwa islamisasi ilmu pengetahuan itu masih sangat relevan. Walau pun memang masih ada saja yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu objektif dan universal, tapi faktanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak luas terhadap makin rusaknya bumi dan makin menurunnya nilai-nilai kemanusiaan.
Prof. Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa dilihat dari objek dan cara memahami ilmu pengetahuan memang memiliki perbedaan fundamental dengan agama. Mulyadi mengajukan dua pertanyaan besar yaitu “Apa yang dapat kita ketahui?” dan “Bagaimana mengetahuinya?”
Barat beranggapan bahwa ilmu pengetahuan hanya membahas hal-hal yang hanya dapat di indra (fisik) sementara Islam meliputi sesuatu yang sifatnya metafisik. Metode Ilmu Pengetahuan lebih pada bagaimana menggunakan indera untuk menyingkap sebab dan akibat.
Walaupun akal terlibat dalam memberikan solusi tapi hanya sebatas pada menalar, memilih, dan memutuskan bukan untuk menangkap realitas. Bagi Filosof Islam seperti Al Farabi (w. 950 M) dalam kitab Ihsha al Ulum (klasifikasi Ilmu) Ilmu dapat dibagi pada yang bersifat fisik (Sebab-Sebab Material) juga metafisik (Prinsip Terakhir/The Ultimate Principle). Begitupun pendapat Al Kindi (w. 866 M).
Pada wilayah epistemologi atau cara memahami Ilmu Pengetahuan, Islam tidak hanya melulu menggunakan indera dan akal tapi juga menggunakan pendekatan intuisi atau irfani. Jika indra berfungsi untuk menangkap objek yang materi maka akal dapat berperan untuk menangkapnya secara inferensial (menyimpulkan secara logis), dan hati (intuisi) bisa menghadirkan (presentif) seperti cinta, benci, kesedihan, atau kesenangan.