PASUNDAN EKSPRES – Industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia berada di ambang ketegangan serius akibat kekurangan pasokan gula kristal rafinasi (GKR), bahan baku utama mereka.
Ancaman berhenti produksi pada Januari 2023 semakin mendekati, seiring stok GKR yang diperkirakan hanya cukup hingga akhir Desember 2022.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, memberi peringatan bahwa sebagian industri bahkan hanya memiliki stok gula yang dapat digunakan selama 7-14 hari ke depan.
Baca Juga:Mengungkap Dampak Kolesterol dan Solusi Inovatif untuk Kesehatan Pembuluh Darah Anda!Kontroversi Penyebaran Nyamuk Wolbachia di Bali: Tantangan antara Harapan dan Kekhawatiran Masyarakat
“Stok GKR hingga akhir bulan Desember harus mencukupi. Ini berarti pada bulan Januari, stok GKR harus sudah tersedia,” ungkap Adhi.
Menurut Adhi, kekurangan pasokan GKR ini melampaui perkiraan. Pemerintah sebenarnya telah memberikan kuota pasokan gula rafinasi yang lebih besar dari tahun sebelumnya.
Namun, meningkatnya permintaan domestik dan ekspor sejak meredanya pandemi Covid-19 membuat kebutuhan melonjak secara signifikan.
Industri mamin, yang rata-rata membutuhkan 300 ribu ton GKR per bulan, kini menghadapi lonjakan permintaan hingga 16%.
Sementara itu, permintaan ekspor melonjak sebanyak 22%, menciptakan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Pada tahun 2022, Indonesia mengimpor 5,53 juta ton gula, dengan mayoritas impor berasal dari Thailand.
Adhi berharap pemerintah dapat segera mengeluarkan izin impor tambahan untuk mengatasi kekurangan ini.
Baca Juga:3 Destinasi Seru di Senayan Park, Wajib Kamu Kunjungi7 Manfaat Buah Naga pada Bayi, Kaya Vitamin hingga Menguatkan Tulang
Dian Astriana, Kepala Komunikasi Perusahaan & Hubungan PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD), mengungkapkan keprihatinannya dan memohon pemerintah membuka pintu impor GKR untuk memenuhi kebutuhan industri mamin.
Garudafood, seperti banyak produsen lainnya, sangat tergantung pada GKR sebagai bahan baku utama. Kelancaran produksi mereka terancam jika pasokan tidak terpenuhi.
PT Arnott’s Indonesia, produsen makanan ringan, juga merasakan dampak serius dari kelangkaan pasokan gula.
Oktaviana Quinta Dewi dari Arnott’s menyatakan bahwa kekurangan gula ini dapat menghentikan produksi mereka dan menimbulkan risiko serius dalam proses produksi.
Sementara pelaku industri mamin berjuang menghadapi krisis ini, para petani tebu juga mengungkapkan kekecewaan mereka di depan Istana Negara, menyerukan pemerintah untuk menghentikan impor gula dan memberikan perlindungan kepada petani lokal.
Krisis ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah pemerintah dapat segera menemukan solusi untuk menangani krisis pasokan gula yang semakin parah ini dan melindungi industri strategis mamin Indonesia?