Danau Maninjau merupakan danau terluas kedua di Sumatera Barat, sedangkan terluas pertama adalah danau Sungkarak (129,69 km) yang berada di kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok juga Sumatera Barat. Sementara untuk wilayah Sumatera bahkan Indonesia danau terluas adalah danau Toba (1.130 Km) yang terletak di Pegunungan Alas dan Gayo Sumatera Utara. Untuk di Indonesia sendiri danau Maninjau merupakan danau teruas ke sebelas. Untuk jenis danau Vulkanik, Danau Maninjau merupakan danau terluas di Indonesia, karena danau-danau lain seperti Danau Singkarak, danau Toba merupakan danau Tektonik atau vulkano tektonik.
Danau Maninjau terbentuk dari sebuah kaldera akibat letusan besar dan dahsyat gunung api yang menghamburkan kurang lebih 220-250 km3 material padat (phiroklastic). Kaldera tersebut terbentuk karena letusan gunung api strato komposit yang berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatera yang bernama gunung Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Kaldera Maninjau (34,5 km x 12 km) ditempati oleh sebuah danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km2). Dinding kaldera Maninjau mempunyai ketinggian 459 m dari permukaan danau. Danau Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut (dpl). Lapang permukaan danau Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter.
Selain keindahan dari puncak lawang, ternyata di tepi danau ini juga dijumpai keindahan dan kedamaian yang luar biasa. Kampung kelahiran Buya Hamka (Pahlwan Nasional) dan A. Fuadi (pengarang Trilogi Negeri Lima Menara alumni Pondok Pesantren Gontor) merupakan dua tokoh yang tidak bisa dipisahkan dari kampung di tepi Danau ini. Tulisannya diwarnai dengan kisah masa kecilnya di tepian danau ini. Di sepanjang tepi Danau Maninjau banyak dijumpai tempat peristirahatan dan warung makan ala Padang. Juga tida ketinggalan banyak masjid dengan arsitektur yang sama di sepanjang tepi danau, menunjukkan kalau masyarakat Danau Maninjau sangat Islami.
Baca Juga:Tahukah Anda Mengenai Definisi Warna pada Realisme Tidak Langsung?Pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara: Pendidikan yang Memerdekakan
Masyarakat sekitar danau Maninjau banyak yang mengandalkan ekonominya dari pertanian khususnya perladangan dengan menanam pohon kayu manis di daerah lereng pegunungan selain berbagai rempah-rempah yang merupakan komoditas sejarah sehingga orang Eropa tertarik yang akirnya menjajah ke Indonesia salah satu penyebabnya adalah karena kaya rempah-rempahnya di bumi Nusantara ini. Bahkan di daerah Maninjau menjadi sebuah tradisi ketika anaknya lahir maka ditandai dengan menanam pohon kayu manis seluas satu hektar dengan harapan kelak ketika anak yang lahir tersebut besar menginjak dewasa dan merantau mencari Ilmu, sudah tersedia dana yang cukup dengan menjual pohon kayu manis tersebut sebagai perbekalan dan biaya Pendidikan tinggi atau ke Pondok Pesantren yang adaa di Jawa. Merantau adalah budaya minang yang sangat kental, hal ini bisa dilihat dari ucapan selamat datang kepada kaum perantau yang pulang kampung ketika hari raya tiba. Hampir semua lelaki dewasa dari Ranah Minang selalu merantau, seperti yang terdapat dalam nyanyian Teluk Bayur yang dinyanyikan oleh Erni Johan yag dirilis tahun 1977 dan sampai sekarang masih disukai para penggemar old dist karena selain enak lagunya juga sangat menyentuh syairnya.