Penting untuk dicatat bahwa pada saat itu, para petani hidup dalam sistem subsisten, di mana bertani hanya untuk cukup konsumsi sendiri. Jika ada hasil tani berlebih, hasil itu akan diberikan sebagai upeti atau dijual. Pandangan para petani adalah bahwa pemupukan kekayaan seharusnya adalah proses terbuka, dengan usaha yang dapat dilihat oleh mata orang lain.
Namun, mereka tidak melihat kerja keras dari orang kaya baru tersebut, dan tidak dapat membuktikan asal usul kekayaannya jika ditanya oleh para petani. Hal ini menimbulkan rasa iri dan kecemburuan terhadap pedagang karena bisa mendapatkan harta sebanyak itu.
George Quinn dalam “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009) mengatakan bahwa para petani selalu beranggapan bahwa datangnya kekayaan harus dipertanggungjawabkan. Maka, ketika orang kaya gagal mempertanggungjawabkan asal kekayaannya, para petani merasa iri dan menuduh bahwa uang itu hasil pencurian.
Baca Juga:Kenapa Tuyul Mencuri Uang? Cek Penjelasannya DisiniBriket Arang Batok Kelapa: Daftar Harga Terbaru dan Keunggulan Sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan
Dikombinasikan dengan pandangan mistik yang kental, para petani percaya bahwa pencurian ini terjadi berkat kerja sama antara orang kaya dan makhluk supranatural, salah satunya adalah tuyul. Tuyul, sebagai sosok mitologi Jawa, digambarkan sebagai makhluk halus atau hantu berbadan kecil dan botak yang bisa dipelihara.
Jadi, tuduhan para petani yang iri terhadap orang kaya adalah bahwa mereka menggunakan cara haram, termasuk bersekutu dengan setan seperti tuyul, untuk memperoleh kekayaan. Tuduhan ini, seperti yang ditulis Ong Hok Ham dalam bukunya “Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong” (2002), membuat pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status di masyarakat. Mereka dianggap “hina” karena dianggap memupuk kekayaan dari cara yang dianggap tidak benar, yaitu bersekutu dengan setan. Padahal, semua ini terjadi akibat perubahan kebijakan kolonial Belanda yang membuat pengusaha tertimpa durian runtuh.
Ketidaksukaan para petani terhadap orang yang mendadak menjadi kaya tidak hanya berdampak pada hubungan personal, melainkan juga memengaruhi transaksi barang oleh orang kaya tersebut. Orang kaya kemudian cenderung membeli barang yang tidak menunjukkan kekayaan mereka sesungguhnya, seperti emas atau barang mewah lainnya. Ketika mereka membeli tanah atau rumah, mereka bahkan dapat dituduh memelihara setan atau tuyul oleh para petani.