Oleh:
Agus Prasmono, M.Pd.(Alumnus Departemen Geografi Unversitas Negeri Malang/UM)
Kondisi udara dibeberapa kota besar di Indonesai semakin mengkawatirkan semua pihak. Data dari kementeria Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari salah satu stasiun pemantauan kualitas udara PM 2.5 di Jakarta yang menunjukkan bahwa rata-rata tahunan berada pada angka 34,57 ug/m3. Sedangkan Peraturan Pemerintah RI No 41 Tahun 1999 menetapkan baku mutu PM 2.5 tahunan pada 15 ug/m3. Artinya rata-rata tahunan yang direkam stasiun pemantau tersebut dengan jelas mengindikasikan adanya masalah pencemaran serius di Jakarta. Dalam pengumuman tersebut, Direktur Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M.R Karliyansyah juga menjabarkan jumlah hari kualitas udara berdasarkan indeks PM 2.5. Terungkap bawa selama tahun 2018 terdapat 34 hari dimana kualitas udara tergolong “Baik”, 122 hari dimana kualitas udara tergolong “Sedang”, semantara 196 hari di saat kualitas udara tergolong “Tidak Sehat”.
Bukan hanya Jakarta dan sekitarnya (kota penyangga di sekitar) yang mengalami kejelekan kualitas udaranya, tapi beberapa kota lain juga mengalami nasib yang sama terutama kota yang basis industrinya besar, walaupun belum separah Jakarta. Setidaknya Jakarta adalah warning bagi kota lain dan bagi Indonesia walaupun bukan tolok ukur kualitas udara secara nasional karena secara nasional Indonesia masih bagus dan segar udaranya. Setidaknya kehati-hatian semua ihak agar tetap menjaga kualitas udara perlu dan terus ditingkatkan.
Baca Juga:Sorot Balik Kabupaten Subang 2023, Tersangka Pembunuhan Dua Tahun Baru Terungkap hingga Miras Oplosan yang Renggut Belasan JiwaSorot Balik Kabupaten Purwakarta 2023, Dari Kasus Perceraian, Korupsi Dana Anggaran BTT, Hingga Pencabulan Oknum Guru Ngaji
Berkenaaan dengan hal tersebut belakangan pemerintah melalui BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) getol mengadakan uji emisi kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang dianggap tingggi tingkat polutannya.
Mengapa uji emisi ini dilakukan? Tidak lain dan tidak bukan karena tingkat pencemaran udara yang sudah dianggap melebihi batas ambang kesehatan terutama di kota besar seperti Jakarta dan beberap kota penyangga sekitarnya. Bukan itu saja, karena tingginya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang memakai bahan baku batubara juga mengalami ancaman penutupan walaupun sebagian baru beroperasi beberapa tahun terakhir.
Kendaraan bermotor secara umum menghasilkan gas buang berupa CO2, A2O dan nitrogen di udara. Namun apabila pembakaran tidak sempurna (mesin sudah tua dan mengalami kerusakan) maka akan menghasilkan gas lain yang berbahaya bagi kehidupan seperti CO, hidrokarbon, NOx, dan zat partikulat. NOx dan THC yang bereaksi dengan sinar matahari menghasilkan pulusi berupa Photochemical smog yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Demikian juga dengan CO2 juga merupakan polutan yang dianggab menyebabkan terjadinya perubahan iklim di dunia. Pengujian emisi ini melibatkan perubahan temperatur, komposisi campuran udara dan bahan bakar serta beberapa parameter lain. Untuk Indonesia sendiri dalam pengujian emisi ini memakai standar Eropa.