PASUNDAN EKSPRES – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, menyampaikan kearifan lokal masyarakat Jawa Barat, yaitu konsep tri tangtu, saat berpartisipasi dalam debat cawapres pada Minggu (21/1/2024). Mengetahui Konsep Mahfud MD Tentang Tri Tangtu.
Falsafah kehidupan masyarakat Sunda pada masa lampau dikenal dengan sebutan falsafah kehidupan tri tangtu.
Mengetahui Konsep Mahfud MD Tentang Tri Tangtu
Orang-orang suku Sunda, yang sering disebut sebagai urang gunung, wong gunung, dan tiyang gunung, mendasarkan kehidupan mereka pada konsep tri tangtu.
Baca Juga:BRI Salurkan KUR 2024 Ini Syarat dan Limit PinjamannyaKur BRI 2024 Tanpa Jaminan Simak Lengkapnya disini
Berdasarkan beberapa sumber, tri tangtu diartikan sebagai pikukuh tilu, yaitu konsep cara pandang hidup orang Sunda.
Secara etimologis, tri tangtu berasal dari kata “tri” yang berarti tiga, dan “tangtu” yang berarti pasti atau ketentuan.
Filosofi tri tangtu dapat dijelaskan sebagai “tiga untuk bersatu, satu untuk ber-tiga,” yang berarti bahwa tiga hal sebenarnya adalah satu hal, dan sebaliknya.
Bentuk segitiga sering digunakan untuk memvisualisasikan nilai-nilai tersebut agar mudah dimengerti dan dipahami.
Segitiga itu sendiri memiliki makna yang signifikan, karena tidak akan sempurna tanpa adanya keterkaitan antara garis-garisnya.
Simbol ini kemudian dihubungkan dengan berbagai unsur dan diartikan dalam konteks keberadaan di bumi.
Sistem hubungan pola tiga dalam budaya Sunda bersumber dari keterkaitan antara langit, bumi, dan manusia.
Baca Juga:Kur Bank Syariah Indonesia Mudah di Cabang atau OnlineTabel Angsuran KUR Bank Mega 2024 Pinjaman Rp10-100 Juta
Termasuk di dalamnya adalah hubungan antara air, tanah, dan batu, yang direpresentasikan oleh Resi (air), Ratu (batu), dan Rakyat (tanah).
Selain itu, juga terdapat hubungan antara perempuan (langit/air), lelaki (bumi/ker- ing), dan perempuan-lelaki (manusia).
Hubungan ini dapat dibagi menjadi pasif (perempuan), aktif (laki-laki), dan pasif-aktif (perempuan-lelaki).
Falsafah tri tangtu menciptakan pandangan hidup yang mengatur pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial, politik, ekonomi, religi, dan seluruh aspek kehidupan.
Pandangan hidup ini tercermin dalam artefak-artefak masa lalu yang masih dapat ditemui dan dirasakan hingga saat ini, seperti dalam kehidupan masyarakat adat, arsitektur rumah, dan warisan budaya tutur yang masih dipegang oleh beberapa generasi tua.
Contohnya dapat dilihat dalam cara berpikir masyarakat Kampung Adat Ciptagelar, suku Baduy, Kampung Naga, atau peninggalan Kerajaan Galuh di Ciamis, Jawa Barat.