PASUNDAN EKSPRE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa presiden dan menteri memiliki hak untuk berkampanye dan memihak dalam Pemilu. Yusril Ihza Mahendra, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyatakan bahwa pernyataan Jokowi tersebut sesuai dengan Undang-Undang Pemilu yang membolehkan presiden dan wakil presiden berkampanye.
Yusril menekankan bahwa Pasal 280 UU Pemilu secara rinci menyebutkan pejabat-pejabat negara yang dilarang berkampanye, tetapi presiden, wakil presiden, dan menteri tidak termasuk dalam larangan tersebut. Dalam penjelasannya, Yusril merinci bahwa Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu memberikan hak kepada presiden dan wakil presiden untuk berkampanye.
Meskipun demikian, Yusril menyoroti syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 281 UU Pemilu, di mana pejabat negara yang berkampanye harus cuti di luar tanggungan negara dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Dengan demikian, presiden boleh berkampanye, tetapi harus mematuhi ketentuan tersebut.
Baca Juga:UU Pemilu: Batasan dan Larangan Pejabat Negara dalam KampanyeAndi Arief Balas Pernyataan Mardani Ali Sera: Tak Ada Larangan, Presiden Boleh Berkampanye
Menanggapi anggapan bahwa presiden ikut kampanye dan memihak dianggap tidak etis, Yusril menyatakan bahwa etika merupakan persoalan filsafat yang seharusnya dibahas ketika merumuskan undang-undang Pemilu. Jokowi sendiri menegaskan bahwa yang terpenting adalah tidak menggunakan fasilitas negara selama kampanye, mengingat pejabat publik juga memiliki peran sebagai pejabat politik.
Presiden Jokowi secara tegas menyatakan, “Presiden tuh boleh lho kampanye, Presiden boleh memihak, boleh.” Namun, ia menekankan pentingnya tidak menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye, mengingat pejabat publik memiliki peran ganda sebagai pejabat politik.