PASUNDAN EKSPRES- Istana Kepresidenan mengklarifikasi bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai hak Presiden dan Menteri untuk berkampanye telah banyak disalahartikan. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menjelaskan bahwa pernyataan tersebut terkait dengan aturan kampanye yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Ari, saat Jokowi memberikan pernyataan di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma pada Rabu, 24 Januari 2024, Presiden menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang terlibat dalam tim sukses. Ari menyatakan bahwa Jokowi memberikan penjelasan mengenai aturan berdemokrasi bagi Menteri dan Presiden.
“Dalam merespons pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden,” kata Ari.
Baca Juga:3 Resep Olahan Pisang Kukus Unik, Enak, dan Mudah5 Kreasi Bolu Pisang, Nikmat dan Kekinian
Ari menekankan bahwa Undang-Undang Pemilu memperbolehkan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, kepala daerah, dan wakil kepala daerah untuk terlibat dalam kampanye pemilu. Namun, ada syarat tertentu yang harus dipenuhi, seperti tidak menggunakan fasilitas jabatan, kecuali untuk keamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.
“Dengan diizinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU,” jelasnya.
Ari juga menambahkan bahwa keberpihakan politik dari Presiden telah terjadi pada presiden sebelumnya. Namun, ia menegaskan bahwa pejabat publik dan politik harus mematuhi aturan yang berlaku dalam mendukung pasangan calon dan berkampanye.
“Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi,” tegas Ari.