Oleh: Dony Purnomo
Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro
Tahun 2024 merupakan babak baru dalam transformasi penilaian kinerja guru di Indonesia. Mulai januari 2024, para guru harus mengisi rancangan kinerja yang akan dilakukan kurun waktu Januari hingga juni tahun 2024 melalui platform merdeka mengajar. Salah satu yang diburu oleh guru dalam penilaian kinerja ini adalah memperoleh sertifikat pelatihan dari berbagai penyelenggara pelatihan tanpa ada batasan penyelenggaranya.
Usai transformasi penilai kinerja diluncurkan, bermunculan berbagai pelatihan yang dilaksanakan secara daring oleh lembaga resmi pemerintah maupun lembaga yang berbentuk komunitas belajar. Bahkan, saat ini hampir setiap hari di grup whatsapp ada informasi mengenai diklat maupun pelatihan peningkatan kompetensi guru.
Disatu sisi kegiatan semacam ini merupakan langkah positif bagi guru yang ingin mengembangakn kompetensinya namun disisi lain justru membuat berbagai keresahan bagi guru. Keresahan ini mulai dari kualitas diklat yang tidak terstandar dan kadang hanya bermotif untuk menambah pengikut di YouTube. Biasanya diklat semacam ini meminta membagikan pengumuman diklat melalui grup Whatsapp dan mensyaratkan mengikuti sosial media mereka. Bahkan satu grup Whatsapp bisa menerima puluhan pesan dari satu diklat karena kalau mau ikut harus membagikan pengumuman diklat yang diselenggarakan.
Pelatihan daring menawarkan kemudahan dan aksesibilitas. Namun, seringkali kita menemui situasi yang mengandung ironi di balik jaringan internet yang terhubung.
Baca Juga:Mudah dan Nyaman, Pelanggan Home Charging PLN di Jawa Barat Naik 173,17%Kejari Karawang Musnahkan Barang Bukti Kejahatan, Ada Narkoba hingga Sejata Tajam
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa ironi yang terkait dengan pelatihan daring diantaranya;
Pertama, Koneksi super cepat, pembelajaran super lambat. Dengan koneksi internet super cepat yang kita nikmati saat ini, seharusnya pelatihan daring berjalan mulus. Namun, ironinya, sering kali kita menemukan materi yang disampaikan tidak diikuti dengan baik karena berbagai kesibukan yang dilakukan sehingga pembelajaran dalam pelatihan daring tidak dapat diikuti dengan baik dan materi yang disampaikan tidak dapat diserap dengan baik.
Kedua, Pengalaman daring yang kurang interaktif. Meskipun ada berbagai platform pelatihan daring yang menawarkan fitur interaktif, seperti ruang diskusi atau kuis daring, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa pengalaman daring masih sulit untuk menyamai interaktivitas yang ditemukan dalam pelatihan tatap muka. Pertukaran ide dan diskusi di dalam kelas virtual seringkali tidak memiliki nuansa yang sama dengan bertatap muka secara langsung.