Pojokan 188, Perkara Pilihan
Ini bukan soal perkara dunia yang akan dibawa ke alam baka. Ini soal hak dan kewajiban sosial demokrasi yang harus ditunaikan.
Bahwa setiap warga negara yang ber-KTP (Kartu Tanda Penduduk) Indonesia berkewajiban menggunakan hak suaranya untuk memilih.
Memilih calon pemimpin negeri ini.
Negeri yang harus dicintai, dijagai dengan segenap hati, jiwa dan raga.
Baca Juga:Anti Ribet Bikin Rapi, ACE Hadirkan Stora Sebagai Solusi Praktis untuk Urusan RumahPetani dan Pelaku Usaha Penggilingan Padi di Cikarang Hemat Puluhan Juta Per Bulan dari Program Electrifying Agriculture PLN
Soal pilihan pemimpin, itu soal selera. Sama seperti kesukaan pada makanan atau hobi.
Tidak bisa sama dan tak bisa dipaksakan. Menawarkan selera pilihan pemimpin boleh-boleh saja.
Toh siapapun yang terpilih dalam kontestasi, harus taat kepada konstitusi negara ini.
Konstitusi yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Konstitusi negara adalah bagian serta gambaran dari sunnatullah-hukum alam. Sunnatullah yang tercipta dan dicipta oleh warga negara untuk menjaga segenap rakyat, sumberdaya alam, dan perikehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk menjaga dignity kewarganegaraan-nasl, kedaulatan sumberdaya alam dan kesejahteraan rakyat-maal, kedaulatan politik dan demokrasi -aql, kedaulatan jiwa raga bangsa -nafs, dan kedaulatan pemeluk agama -addin.
Amanat konstitusi itu salah satunya mensejahterakan rakyat, menjaga negara agar selamat rakyatnya, putranya, pulaunya, lautnya, dan segala kedaulatan yang ada terkandung di dalam, di udara untuk kesejahteraan rakyat.
Bukan kesejahteraan pribadi atau golongan. Juga amanat untuk menjaga daulat bangsa dan berlaku adil seadil-adilnya. Bahkan sesiapapun harus sudah adil sejak dalam pikiran. Apalagi pemimpin!
Baca Juga:Pojokan 187, Adu-aduDukung Eksositem Pegguna Kendaraan Listrik, PLN bangun SPKLU di PURWAKARTA DAN SUBANG
Bila tak amanah, rakyat jua yang kena getah. Ihwal getah inilah yang disampaikan dan tersampaikan dalam prosesi ajang pemilihan presiden (pilpres) di pesta rakyat lima tahunan.
Residu getah dalam pilpres kadang disikapi begitu “dalam” oleh rakyat.
Hingga membawa-bawa narasi agama dalam soal pilihan calon pemimpin dipilpres.
Dan wajar, dalam semua kontestasi, berbagai cara dilakukan untuk meraih dukungan dan simpati.
Termasuk menganggit narasi dan wacana agama. Karena narasi agama paling mudah menyentuh sisi emosional pemilih.