Profesor Andir juga menyoroti pernyataan Bivitri Susanti yang terlibat dalam film tersebut. Menurutnya, pernyataan Bivitri hanya berdasarkan asumsi belaka dan cenderung tendensius.
“Narasi ini disampaikan tanpa dukungan bukti dan hanya asumsi dengan narasi tendensius. Seharusnya jika menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan pemilu, sebagai ahli hukum melapor ke Bawaslu,” katanya.
Selain itu, aktor lain dalam film ini, Feri Amsari, juga menyampaikan narasi minor tentang pemilu. Namun, karena tidak disertai bukti pendukung sebagaimana sebuah perkara hukum, narasi tersebut dapat dikategorikan sebagai fitnah.
Baca Juga:Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto Menilai Film ‘Dirty Vote’ sebagai Upaya Memanipulasi Opini PublikLirik dan Chord Lagu “Lamunan” Esa Risty Ft Wahyu F Giri
“Feri mengatakan film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita, bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka, tanpa menunjuk politisi dari partai mana. Sehingga jelas narasi tersebut adalah pernyataan yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya.
Diketahui, film dokumenter eksplanatori “Dirty Vote” yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono resmi dirilis pada Minggu (11/2/2024).
Dalam film tersebut, tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, mengulas bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk tujuan memenangkan Pemilu, meskipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni dijelaskan telah dilakukan penguasa demi mempertahankan status quo.
Dalam film dokumenter dengan durasi 1 jam 57 menit tersebut, Feri Amsari antara lain menyinggung soal kinerja Bawaslu RI yang dinilai kurang maksimal dalam menindak pelanggaran pemilu.