PASUNDAN EKSPRES – Perbedaan awal Ramadhan 1445 H kembali mewarnai umat Islam di Indonesia.
Sebagian memulai puasa pada hari Senin, 11 Maret 2024, berdasarkan ijtimak Muhammadiyah. Sementara, mayoritas mengikuti penetapan pemerintah melalui sidang isbat yang jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.
Perbedaan ini, bukan kali pertama terjadi. Hal ini pun memicu pro dan kontra, bahkan tak jarang berujung pada perselisihan. Salah satu contohnya, seorang pria di Deli Serdang, Sumatera Utara, dipenjara 5 bulan karena memaki tetangganya yang berbeda awal puasa.
Baca Juga:Gerombolan Monyet Liar Resahkan Warga Desa Cimuja SumedangKNKT Ungkap Insiden 'Serius' Pesawat Batik Air, Pilot Tertidur 28 Menit, Navigasi Terganggu
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan seharusnya tidak memicu perpecahan. Di tengah keragaman, toleransi dan saling menghormati antarumat beragama merupakan kunci utama.
Perlu diingat, perbedaan ini merupakan bagian dari kekayaan khazanah keilmuan Islam. Ada dua metode utama yang digunakan, yaitu hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal). Masing-masing memiliki landasan dan argumen yang kuat.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, telah melakukan pertimbangan matang dengan melibatkan berbagai pihak dalam sidang isbat. Keputusan yang diambil berdasarkan hasil rukyat di seluruh Indonesia dan hisab yang didasarkan pada kriteria MABIMS.
Umat Islam diimbau untuk memahami dan mengikuti keputusan yang ditetapkan. Bagi yang berbeda, hendaknya tetap menjaga toleransi dan saling menghormati. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dirangkul dalam bingkai persaudaraan.
Mari jadikan Ramadhan tahun ini sebagai momentum untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sekaligus memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.